Di Bulan Ramadhan pun Masjid juga
Sepi
By: Putri Nur Jannah (PK Averoes)
Mungkin disini kalian bertanya-tanya mengapa saya mengambil sebuah
judul masjid vs pasar. Apa tidak ada judul yang lebih baik dari ini. Taukah
anda bulan ramadhan merupakan bulan yang sangat mulia. Banyak manusia yang
menantikan kedatangannya. Sebab telah kita ketahui bersama bahwa bulan ini
membawa banyak berkah, banyak keutamaan-keutamaan yang tiada terkira.
Amalan-amalan yang kita lakukan pun akan dilipatgandakan tidak seperti pada bulan-bulan yang lainnya.
Fenomena yang sering kita lihat dimasyarakat yaitu bila memasuki
bulan ramadhan mereka membicarakan nanti aku akan sholat terawih di masjid ini
dan itu. Mempersipkan baju dan mukenah serta sajadah untuk sholat terawih.
Puasa hari pertama saat mendengarkan adzan berbuka, langsung meneguk air
setelah itu pergi ke masjid. Jika tidak langsung melaksanakan sholat maghrib.
Kemudian makan makanan berbuka yang telah dipersiapkan. Tidak berlama-lama
dalam berbuka, langsung menuju ke masjid untuk sholat terawih.
Hari pertama puasa dan hari kedua sholat terawih. Subhanallah shaf
begitu banyak telat lima menit saja sudah tidak mendapatkan shof terdepan.
Sungguh bulan ramadha telah menarik umat manusia untuk keluar dari rumahnya
melakukan sholat berjamaah di masjid. Tapi, akankah inu berjalan lama. Akankah
hari-hari selanjutnya seperti itu. Masjid akan semakin ramai dengan banyaknya
para jamaah sholat terawih dan para tadarus Al-qur'an. Ataukah justru semakin
menyusut shaf-shaf sholat.
A. Masjid
Masjid adalah tempat
yang digunakan oleh umat islam dalam melakukan kegiatan beribadah kepada Allah
SWT. Mulai dari melakukan sholat berjamaah, mengaji Al-qur'an dan kegiatan yang
lainnya. Masjid juga merupakan salah satu sarana untuk menjalin sebuah silaturahim
antara umat islam. Mulai yang kecil hingga dewasa, mulai yang kaya sampai yang
miskin semuanya dipersatukan dalam satu masjid. Tidak ada perbedaan diantara
mereka.
Tempat yang paling
disukai Allah di dunia adalah masjid dan tempat yang paling Dia benci adalah
pasar. Ini dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjid dan tempat yang paling
dibenci Allah adalah pasar-pasar.” (HR. Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang
artinya):
إِنَّمَا
يَعۡمُرُ مَسَـٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ
وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّڪَوٰةَ وَلَمۡ يَخۡشَ إِلَّا ٱللَّهَۖ
فَعَسَىٰٓ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُهۡتَدِينَ (١٨(
“Hanya yang memakmurkan
masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari
kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.
At-Taubah: 18)
Memakmurkan masjid
menjadi ciri dan hak bagi orang beriman. Mereka adalah orang-orang pilihan
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun makna
“memakmurkan masjid” ini adalah membangun dan mendirikan masjid, mengisi dan
menghidupkannya dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala,
menghormati dan memeliharanya dengan cara membersihkannya dari kotoran-kotoran
dan sampah serta memberinya wewangian.
Dengan kata lain semua
bentuk ketaatan apapun yang dilakukan di dalam masjid atau terkait dengan
masjid maka hal itu termasuk bentuk memakmurkannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga mengabarkan kabar gembira kepada orang yang terpaut hatinya pada masjid,
“Tujuh golongan yang
Allah akan menaungi mereka pada suatu hari (hari kiamat) yang tidak ada naungan
kecuali naungan-Nya; (diantaranya) Seorang penguasa yang adil, pemuda yang
dibesarkan dalam ketaatan kepada Rabbnya, seseorang yang hatinya selalu terpaut
dengan masjid, ….” (Muttafaqun alaihi)
Akan tetapi fenomena dalam
masyarakat masjid ramai hanya saat awal-awal bulan ramadhan saja. Sepuluh hari
terakhir bulan ramadhan pun mulai terlihat masyarakat meninggalkan shaf-shaf
sholatnya. Mereka mulai malas menginjakkan kakinya di rumah Allah. Tempat yang
paling dicintai oleh Allah. Banyak manusia yang enggan menginjakkan kakinya ke
masjid. Justru mereka lebih senang mengunjungi tempat selain masjid. Padahal
cukup datang ke masjid, lalu sholat dan membaca Al-qur'an tanpa mengelarkan
sepeser rupiahpun tak mau. Padahal jika kita ke tempat lain bisa saja
membutuhkan banyak biaya, uang 50 ribu tak akan cukup.
B. Pasar
Pasar adalah tempat
bertemunya antara penjual dan pembeli. Tempat dimana terjadinya nilai tukar
menukar antara uang dan barang ataukah sebaliknya. Dalam zaman yang semakin
maju, pasar tidak hanya saja pasar tradisional tapi juga pasar modern seperti
mall. Banyak manfaat yang bisa kita dapatkan di pasar. Tapi juga ada beberapa
kemadharatan di dalam pasar. Mengomentari hadits tersebut Imam Nawawi berkata
“karena pasar adalah tempat penipuan, kebohongan, riba, sumpah palsu, ingkar
janji dan berpaling dari dzikrullah (mengingat Allah) dan lain sebagainya.”
Pasar merupakan tempat
yang melalaikan. Lalai terhadap pekerjaan yang telah menanti, lalai untuk
segera pulang dan makin parahnya yaitu lalai dalam mengingat Allah. Lihat saja
saat adzan berkumandang. Suara adzan dikalahkan dengan hiruk pikuk suasana
pasar. Mereka tidak bersegera pergi ke masjid untuk menunaikan sholat melainkan
tetap duduk ditempatnya untuk melayani pembeli. Begitupun dengan pembeli tidak
bersegera ke masjid tapi tetap saja melanjutkan aktifitasnya memilih baju. Baju
baru untuk sholat idul fitri. Padahal tidak ada perintah untuk memakai baju
baru saat lebaran.
Justru yang diminta
yaitu memakai pakaian yang baik. Disini baik bukan berarti harus baru. Yang
setiap tahunnya saat lebaran membelinya. Al-Haifz Ibnu Jarir rahimahullah
berkata, "Diriwayatkan dari Ibnu Abu Dunya dan Baihaqi dengan sanad shahih
sampai ke Umar, bahwa beliau memakai baju yang terbaik pada dua hari raya (idul
fitri dan idul adha)." Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
"Disunnahkan bagi laki-laki pada hari raya untuk berhias dan memakai
pakaian yang terbaik." (Majmu Fatawa Wa Rosail Ibnu Utsaimin, 13/2461)
Dijelaskan pula bahwa
manusia dilarang untuk berlama-lama di dalam pasar. Sesuai dengan perkataan,
Salman al-Farisi berkata, “Jika engkau bisa, jangan sekali-kali menjadi orang
yang pertama kali masuk pasar dan paling akhir keluar darinya. Karena di
situlah medan pertempuran dengan setan, dan di sana setan menancapkan
benderanya.” (atsar riwayat Muslim)
Allah Subhanahu wa
Ta’ala membenci pasar, maka sudah sepantasnyalah seorang mukmin juga
membencinya, dia membenci apa yang dibenci Rabbnya.
Dalam hal ini kita
tidak dilarang untuk mengunjungi pasar. Akan tetapi yang tidak diperbolehkan
yaitu jika melalaikan melakukan ibadah kepada Allah. Karena di pasar juga
merupakan tempat untuk mencari nafkah bagi penjual dan tempat untuk mencari
kebutuhan bagi para pembeli. Akan tetapi sebagai muslim dan muslimah janganlah
kita bersenang jika berlama-lama di dalam pasar. Sebab didalamnya tidaklah
menimbulkan keuntungan. Cukup waktu seperlunya saja untuk berlama disana sesuai
dengan kebutuhan. Jika telah selesai lekas untuk meninggalkan pasar dan kembali
ke rumah atau ketempat yang disenangi oleh Allah.
C. Amalan di Masjid di terakhir bulan ramadhan
- Lebih giat dan bersungguh-sungguh dalam melakukan ibadah.
Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga senantiasa meningkatakan amalan ibadahnya di 10 hari terakhir pada
bulan Ramadhan. Hal ini dan sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits yang
diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ
الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ.
“Pada 10 hari terakhir (di bulan
Ramadhan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih bersungguh-sungguh (dalam
beribadah) melebihi hari-hari yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)
- Menghidupkan malam-malamnya dengan memperbanyak ibadah.
Di awal-awal Ramadhan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya menyertai ibadah shalat dan puasanya
dengan tidur, namun jika telah masuk pada 10 hari terakhir maka beliau pun
mengurangi kapasitas tidurnya. Dan beliau memanfaatkan malam-malamnya untuk
beribadah kepada Allah.
Di dalam musnad Imam Ahmad rahimahullah
terdapat hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menyebutkan bahwa:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْلِطُ الْعِشْرِينَ بِصَلَاةٍ
وصَوْمٍ وَنَوْمٍ، فَإِذَا كَانَ الْعَشْرُ شَمَّرَ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ.
“Pada
20 hari yang pertama (di bulan Ramadhan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa mengkombinasikan antara shalat, puasa dan tidurnya. Namun jika telah
masuk pada 10 hari yang terakhir beliau bersungguh-sungguh dan mengencangkan
sarungnya (menjauhi istri-istrinya).” (HR. Ahmad [6/68, 146])
- Membangunkan anggota keluarga.
Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga senantiasa membangunkan keluarganya untuk shalat, memperbanyak
dzikir dan bersungguh-sungguh dalam mengamalkan malam-malam bulan Ramadhan yang
penuh barakah ini.
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ
مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ.
“Jika
telah datang 10 hari yang terakhir (di bulan Ramadhan) Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malamnya (dengan
beribadah), dan beliau juga membangunkan keluarganya (untuk beribadah).” (HR.
al-Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)
Pada 10 hari yang terakhir merupakan
kesempatan emas bagi setiap muslim untuk memperoleh pahala dari Allah Subhanahu
Wa Ta’ala. Maka dari itu kita harus bersungguh-sungguh dalam beribadah di
dalamnya, karena kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih bisa bertemu
lagi dengan bulan Ramadhan yang akan datang atau tidak.
- Beri’tikaf
I’tikaf adalah menetap di dalam masjid
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak melakukan
ketaatan dan ibadah kepada Allah. Dan hal ini merupakan sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang disebutkan di dalam al-Quran dan hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَ
تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Janganlah
kamu campuri mereka (istri-istrimu) itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.”
(QS. al-Baqarah [2]: 187)
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ
الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ
أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu beri’tikaf di 10 hari yang terakhir
dari bulan Ramadhan hingga Allah Ta’ala mewafatkannya. Kemudian setelah beliau
wafat, istri-istri beliau juga senantiasa beri’tikaf.” (HR. al-Bukhari no. 2026
dan Muslim no. 1172)
- Besungguh-sungguh dalam meraih malam lailatul qadar.
Pada penghujung bulan Ramadhan, tepatnya
di 10 (sepuluh) malam yang terakhir terdapat lailatul qadar,
yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan dan keberkahan yang mana pahala ibadah
seorang hamba akan dilipat gandakan. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjelaskan bahwa lailatul qadaritu lebih baik dari seribu
bulan.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا
أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ،
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu
bulan.”(QS. al-Qadr [97]: 1-3)
Maka dari itu, setiap muslim hendaknya
bersungguh-sungguh untuk bisa mendapatkan lailatul qadar, terutama di 10 malam
terakhir pada bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
تَحَرَّوْا
لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah
lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. al-Bukhari
no. 2020 dan Muslim no. 1169, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)
D. Perilaku Konsumtif semakin meningkat
Dalam bulan ramadhan seharusnya
kebutuhan konsumsi semakin menurun, akan tetapi kenyataannya justru semakin
banyak pengeluaran untuk makanan, beli baju baru dan sebagainya. Jika saat
berbuka tidak makan es janggelan, es campur dan makanan yang lainnya itu terasa
tidak special. Apalagi jika telah mendekati lebaran kurang terasa jika tidak
memasak ketupat, opor ayam, kue kering dan minuman yang menyegarkan. Tak
ketinggalan pula membeli baju baru, sepatu baru dan aksesoris baru untuk
menunjang penampilan menjadi semacam prasyarat. Yang ditakutkan jika nanti
bertemu sanak keluarga dan teman tidak mengenakan baju baru bisa menjadi sebuah
gunjingan. Ini bukan hanya dilakukan oleh satu orang melainkan banyak orang.
Sudah menjadi kewajiban saat lebaran untuk melakukan beli sana beli sini.
Dengan banyaknya permintaan apakah
persediaan barang juga mencukupi? Itulah menjadi permasalahan semakin banyaknya
peminat dan barang yang diminati kurang banyak dipasaran. Hal inilah yang
menjadikan harga barang semakin mahal. Akan tetapi ramadhan selalu disambut
dengan belanja besar-besaran.
Swalayan
dan mall mengadakan promo besar-besaran menjelang ramadhan dan menjelang lebaran.
Baju baru discount 50% bahkan hingga 70%. Padahal jika dihitung-hitung sama
saja halnya dengan bulan-bulan sebelum ramadhan dan sesudahnya. Hanya berbeda
yang ini dapat discount besar-besaran yang biasanya hanya discount 10% saja.
E.
Lebih memilih
yang mengeluarkan uang dari pada yang tidak
Fenomena sekarang masnyarakat
justru lebih senang mengeluarkan uangnya untuk beli barang-barang yang hanya
digunakan untuk saat lebaran saja. Tapi malas untuk melakukan suatu amalan yang
itu benar-benar mendapatkan pahala yang luar biasa. Mereka lebih senang pergi
ke pasar, Pasar lebih padat dan ramai sampai-sampai ketika lewat badanpun tersa
tidak mau berpindah dari tempatnya. Bukannya betah tapi macet.
Seseorang jika
diminta untuk membaca Al-Qur’an ketika telah selesai sholat terawih mereka
beralasan ngantuk, capek dan alasan yang lainnya. Tapi jika pergi kepasar lima
jampun tak akan terasa membosankan dan melelahkan. Sepuluh hari terakhir bulan
ramadhan sangat ironis sekali melihat pemandangan di dalam masjid. Shaf-shaf
sholat terawih hanya tinggal 5 shaf. Yang pada hari-hari sebelumnya, pertama
kali sholat terawih tempat sholat sesak dengan jamaah. Tapi menginjak sepuluh
hari terakhir sepi dan yang tertinggal hanyalah segelintir orang saja.
F.
Referensi


