72 Tahun Indonesia Merdeka. Tujuh puluh dua tahun yang lalu Indonesia telah mampu merebut kemerdekaan dari berbagai pihak penjajah. Indonesia telah dijajah oleh berbagai bangsa mulai Inggris, Protugis, Belanda dan Jepang. hingga sampailah semangat yang membara dari para pemuda Indonesia untuk segera memerdekakan Indonesia di tanggal 17 Agustus 1945. langkah itu ditempuh dengan berbagai rintangan. Namun, meski Indonesia telah dinyatakan merdeka. Akan tetapi, Indonesia sejatinya belum merdeka dari kemiskinan dan keterbelakangan. Masih banyak kaum mustadh'afin yang harus ditolong dan dipikirkan oleh pemerintah dan masyarakat yang berpunya. Oleh karena itu, peran kaum pemuda terutama mahasiswa harus terlihat nyata untuk merubah Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik. sebab tugas mahasiswa selain sebagai pelajar di bangku kuliah, ia juga sebagai agen of control, agen of change, dan tugas-tugas yang lainnya. maka mahasiswa dikenal dengan kaum idealis.
Selasa, 15 Agustus 2017
Senin, 14 Agustus 2017
MADZHAB EMPAT DAN DASAR-DASAR ISTINBATHNYA “Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi’i”
Diposting oleh
putri-flower.blogspot.co.id
di
06.18
BAB I
PENDAHULUAN
⦁ Latar Belakang
Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam. Dimana apabila ada persoalan seseorang dalam memecahkan masalah dengan merujuk kepada keduanya. Pada zaman Rasulullah SAW masih hidup, bila terjadi persoalan umat akan lebih mudah dalam menyelesaikannya. Dengan cara langsung bertanya kepada Rasulullah SAW. Namun, setelah wafatnya Rasulullah maka hukum Islam harus terus berjalan.
Hukum Islam akan terus berjalan meskipun Rasulullah telah wafat yaitu melalui para sahabat Nabi. Dengan berpegang kepada dua warisan yang diberikan kepada umatnya yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Maka, bila ada sebuah persoalan cara menyelesaikannya dengan merujuk kepada keduanya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an, Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatum maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Rasulullah sebelum meninggalkan umatnya, beliau memberikan contoh melalui pembicaraannya dengan Mua’az bin Jabal, bahwa penyelesaian persoalan umat itu berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kalau tidak ditemukan solusinya maka diselesaikan melalui ijtihad yang tentu saja tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber hukum utama tersebut.
Dengan merujuk kepada pesan tersebut, maka para sahabat dan tabi’in melakukan ijtihad dan melahirkan fiqh. Terdapat perbedaan hasil ijtihad mereka, dikarenakan perbedaan kuantitas hadits serta situasi dan kondisi yang dialami. Selain itu, kadar pengunaan nalar dalam memecahkan sebuah persoalan menimbulkan beberapa madzhab dalam fiqh. Di dalam makalah ini penyusun akan menjelaskan dua Imam madzhab berserta dasar-dasar Istinbatnya yaitu Imam Abu Hanifa dan Imam Syafi’i.
⦁ Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang digunakan sebagai dasar penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
⦁ Apa pengertian dari Istinbath?
⦁ Bagaimana riwayat hidup Imam Hanafi dan dasar-dasar Istinbathnya?
⦁ Bagaimana riwayat hidup Imam Syafi’I dan dasar-dasar Istinbathnya?
⦁ Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
⦁ Agar mengetahui pengertian Istinbath.
⦁ Agar memahami riwayat hidup Imam Hanafi serta dasar-dasar Istinbathnya.
⦁ Agar memahami riwayat hidup Imam Syafi’I serta dasar-dasar Istinbathnya.
BAB II
PEMBAHASAN
⦁ Pengertian Istinbath
Secara bahasa kata Istinbath yang katanya yaitu berasal dari bahasa Arab, "استنبط – يستنبط – استنباط" yang berarti mengeluarkan, melahirkan, menggali, dan lainnya. Kata dasarnya adalah "( الماء نبط- ينبط- نبطا- نبوطا) berarti air terbit dan keluar dari dalam tanah. Adapun yang dimaksud dengan istinbath disini adalah suatu upaya menggali dan mengeluarkan hukum dari sumber-sumbernya yang terperinci untuk mencari hokum Syara’ yang bersifat Zhanni.
Menurut bahasa, Mazhab (مذهب) berasal dari shighah mashdar mimmy (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhy “dzahaba” yang berarti “pergi”. Bisa juga berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”. Sedangkan yang dimaksud mazhab menurut istilah, yaitu:
⦁ Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh oleh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hokum suatu peristiwa berdasarkan kepada Al-Qur’an dan hadits.
⦁ Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hokum suatu peristiwa yang diambil dari Al-Qur’an dan hadits.
⦁ Imam Abu Hanifah
⦁ Biografi
Imam Abu Hanifah dilahirkan pada tahun 80 H (699 M). Nama sebenarnya beluai dari mulai kecil yaitu Nu’man bin Tsabit bin Zautha bin Mah. Ayahnya keturunan dari bangsa Persi, tetapi sebelum beliau dilahirkan, ayahnya sudah pindah ke Kufah. Sehingga Abu Hanifah sejak kecil tinggal di Kufah.
Di negeri Kufah, Imam Abu Hanifah belajar Ilmu Fikih dan merumuskan dasar-dasar mazhabnya. Dan beliau meninggal di Baghdad pada tahun 150 H. Beliau hidup di dua zaman pemerintahan besar, yaitu pemerintahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Dia generasi atba’ at-tabi’in. Dia pernah bertemu sahabat Anas bin malik dan meriwayatkan hadits darinya, yaitu hadit yang artinya, “Menuntut ilmu adalah fardhu bagi setiap Muslim.”
Abu Hanifah menerima pembelajaran fikih dan mempelajarinya dari Hammad bi Abi Sulaiman, Hammad menerimanya dari Ibrahim an-Nakha’I, sedangkan Ibrahim merimanya pula dari ‘Aqlamah bin Qais, murid Abdullah bin Mas’ud. Kemahiran dan popularitasnya telah mencuat ketia berada di Irak. Mazhab pemikiran fikihnya diterima dan dibukukan oleh sejumlah ulama yang selalu mendampinginya, sehingga disebut sebagai Ashab Abu Hanifah.
Murid-murid Abu Hanifah yang paling masyhur adalah Abu Yusuf, Muhammad bin Al-Hasan, Hasan bin Ziyad dan Zufar. Sehingga pada periode selanjutnya, pendapat Imam Abu Ha ifah beserta murid-muridnya dikodifikasikan menjadi satu, yang kesemuanya disebut dengan Mazhab Abu Hanifah”. Mazhab ini banyak dianut sebagian besar di negeri Islam, seperti Baghdad, Persia, India, Bukhara, Yaman, Mesir dan Suria.
Mazhab Abu Hanifah merupakan mazhab paling berpengaruh dan merupakan mazhab resmi di sebagian besar masa dinasti Abbasiah. Keputusan peradilan dan fatwa hanya menggunakan mazhab Abu Hanifah. Demikian juga pemerintahan Usmaniah menjadikannya sebagai mazhab resmi negara. Peradilan dan fatwa pun harus didsarkan hanya pada mazhab Abu Hanifah.
⦁ Dasar-dasar Istinbathnya
Imam Muhammad bin Hasan pernah meriwayatkan dalam buku Chalil bahwa Imam Abu Hanifah seringkali mengajak bermunadlarah, bermubahatsah, berunding, dan bertukar fikiran dengan para murid atau para sahabat beliau yang karib, tentang soal-soal hokum qiyas, dengan cara bebas-merdeka, dan para murid beliau pun membantah dan menolak alasan-alasan yang dikemukakan beliau.
Abu Hanifah dikenal sebagai ulama Ahl al-Ra’yi. Dalam menetapkan hokum Islam, baik yang diistinbathkan dari al-Qur’an ataupun hadits, beliau banyak menggunakan nalar. Beliau mengutamakan ra’yi dan khabar ahad. Apabila terdapat hadits yang bertentangan, beliau menetapkan hokum dengan jalan qiyas dan Istihsan.
Telah diriwayatkan dari Abu Hanifah pendapat-pendapat yang menunjukkan garis besar metode istinbathnya dan dalil-dalil yang digunakannya. Di antaranya ia berkata, “Aku berpegang pada kitab Allah jika aku dapati hukum padanya. Jika tidak maka aku berpegang pada Sunnah Rasulullah. Jika aku tidak mendapatinya dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, aku berpegang pada ucapan sahabat, aku berpegang pada ucapan sahabat yang aku kehendaki dan aku tinggalkan siapa yang aku kehendaki, dan aku tidak keluar dari ucapan mereka kepada ucapan selian mereka. Namun ketika sampai pada masa Ibrahim, asy-Sya’bi, Ibnu Sirrin, ‘Atha’, dan Sa’id bin Musayyib (para mujtahid dari tabi’in), aku berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”
Dasar-dasar pegangan madzhab Hanafi adalah sebagai berikut:
⦁ Al-Qur’an
Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa pesan al-Qur’an tidak semuanya qath’i dalalah. Ada beberapa hal yang memerlukan interpretasi terhadap hukum yang ditunjukkan oleh al-Qur’an, terutama terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan muamalah umum antar manusia, dalam ayat-ayat yang berhubungan dengan muamalah tersebut, porsi penggunaan akal dalam mencari hukum terhadap suatu masalah lebih besar. Hal itu karena di buktikan baik oleh Imam Abu Hanifah sendiri maupun murid-muridnya dan karena itu juga sebagai mahzab yang Umari, mazhab liberalis dan rasionalis.
Dalam memahami al-Qur’an, ulama Hanafiyah tidak hanya melakukan interpretasi terhadap ayat-ayat yang masih mujmal, tetapi mereka juga melakukan penelaahan terhadap ‘am dan khas ayat al-Qur’an tersebut. Dan inilah yang tampaknya menjadi ciri khas ulama-ulama Irak yang dipelopori oleh Imam Abu Hanifah dan ulama-ulama Hijaz yang semazhab dengan mereka.
⦁ As-Sunnah
Dasar kedua yang digunakan oleh Mazhab Hanafi adalah al-Sunnah. Martabat al-Sunnah yang terletak di bawah al-Qur’an. Imam Abu Yusuf berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih alim tentang menafsirkan hadits dari pada Abu Hanifah. Ia adalah seorang yang mengerti tentang penyakit-penyakit hadits dan menta’dil dan mentarjih hadits. Tentang dasar yang kedua ini, Mazhab Hanafi sepakat mengamalkan al-Sunnah yang mutawatir, masyhur, dan shahih. Hanya saja Imam Abu Hanifah dan begitu juga ulama Hanafiyah agak selektif dalam menetapkan syarat-syarat yang dipergunakan untuk menerima hadits ahad.
Abu Hanifah menolak hadits ahad apabila berlawanan dengan al-Qur’an baik makna yang diambil dari nash atau yang diambil dari illat hukum. Ali Hasan Abdul al-Qadir mengatakan, “Musuh-musuh Abu Hanifah (yang tidak senang dengan Abu Hanifah) menuduhnya tidak memberikan perhatian yang besar terhadap hadits, ia memprioritaskan ra’yu (logika)”. Abu Salih al-Fura menuturkan, “Aku mendengar Ibn Asbath berkata, “Abu Hanifah menolak 400 hadits.
Terhadap hadits mutawatir Imam Abu Hanifah menerimanya tanpa syarat karena tingkat kehujjahannya qath’i, meskipun terdapat pertentangan antara hadits mutawatir dengan akal, beliau mendahulukan hadits mutawatir. Hal ini berbeda dengan hadits ahad, beliau menerima dan mengamalkan hadits ahad apabila hadits tersebut memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
⦁ Orang yang meriwayatkan tidak boleh berfatwa yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkannya.
⦁ Hadits ahad tidak boleh menyangkut persoalan umum yang sering terjadi, sebab kalau menyangkut persoalan yang sering terjadi mestinya hadits ini diriwayatkan oleh banyak perawi.30
⦁ Hadits ahad tidak boleh bertentangan dengan kaidah umum atau dasardasar kulliyah.
⦁ Qaul al-Shahabah
Imam Abu Hanifah sangat mengahargai para sahabat. Dia menerima, mengambil serta mengharuskan umat Islam mengikutinya. Jika ada pada suatu masalah beberapa Qaul al-Shahabah maka ia mengambil salah satunya, jika tidak ada qaul al-Shahabah pada suatu masalah tersebut maka ia berijtihad dan tidak mengikuti pendapat tabi’in. Menurut Abu Hanifah Ijma’ sahabat ialah kesepakatan para mujtahidin dari umat Islam di suatu masa sesudah Nabi SAW atas suatu urusan.
Ta’rif itulah yang disepakati ulama ahl-al-Ushul. Ulama Hanafiyah menetapkan bahwa ijma’ itu dijadikan sebagai hujjah. Mereka menerima ijma’ qauli dan ijma’ sukuti. Mereka menetapkan bahwa tidak boleh ada hukum baru terhadap suatu urusan yang telah disepakati oleh para ulama, karena membuat hukum baru adalah menyalahi ijma’. Ada tiga alasan dalam menerima ijma’ sebagai hujjah yaitu:
⦁ Para sahabat berijtihad dalam menghadapi masalah yang timbul. Umar bin Khattab dalam menghadapi suatu masalah sering memanggil para sahabat untuk memanggil para sahabat untuk diajak bermusyawarah dan bertukar pikiran. Apabila dalam musyawarah tersebut diambil kesepakatan maka Umar pun melaksanakannya.
⦁ Para Imam selalu menyesuaikan pahamnya dengan yang telah diambil oleh ulama-ulama di negerinya, agar tidak dipandang ganjil dan tidak dipandang menyalahi aturan hukum. Abu Hanifah tidak mau menyalahi sesuatu yang telah di fatwakan oleh ulama-ulama Kufah.
⦁ Adanya sebuah hadits yang menunjukkan keharusan menghargai ijma’ seperti:
مَارَاَهُ الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَھُوَ عِنْدَ للهِ حَسَنٌ.
“Sesuatu yang dianggap baik oleh kaum muslimin, maka dianggap baik pula di sisi Allah SWT”.
Dengan demikian jelaslah bahwa ulama Hanafiyah menetapkan bahwa ijma’ merupakan satu di antaranya hujjah dalam beragama, yang merupakan hujjah qath’iyyah. Mereka tidak membedakan antara macam-macam ijma’, oleh karena itu apapun bentuk kesepakatan para ulama itu berhak atas penetapan hukum dan sekaligus menjadi hujjah hukum.
⦁ Al-Qiyas
Al-Qiyas adalah “Penjelasan dan penetapan suatu hukum tertentu yang tidak ada nashnya dengan melihat masalah lain yang jelas hukumnya dalam kitabullah, sunnah ataupun ijma’ karena kesamaan illat”. Yang menjadi pokok pegangan dalam menjalankan qiyas adalah bahwa segala hukum syara’ ditetapkan untuk menghasilkan kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Hukum-hukum itu mengandung pengertian-pengertian dan hikmah-hikmah yang menghasilkan kemaslahatan baik yang diperintah maupun yang dilarang, atau yang dibolehkan maupun yang dimakruhkan, semuanya demi kemaslahatan ummat.
Walaupun demikian, tidak berarti semua masalah yang baru timbul dan tidak ada hukumnya dalam al-Qur’an , al-Sunnah dan ijma’ boleh di qiyaskan begitu saja atas dalih kemaslahatan umum, ada beberapa syarat dan rukun yang harus di penuhi untuk melakukan qiyas, antara lain:
⦁ Ashal, yaitu sesuatu yang sudah dinashkan hukumnya yang menjadi tempat mengqiyaskan atau dalam istilah ushul disebut al-ashli (al maqis alaih).
⦁ Cabang (furu’), yaitu sesuatu peristiwa yang tidak ada nashnya dan peristiwa itulah yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashalnya, atau dalam istilah ushul disebut juga al-maqis.
⦁ Hukum Ashal, yaitu hukum syara’ yang dinashkan pada pokok yang kemudian akan menjadi hukum pada cabang.
⦁ Illat hukum, yaitu sifat yang nyata dan tertentu yang berkaitan atau yang munasabah dengan ada dan tidak adanya hukum, dan illat inilah yang menjadi titik tolak serta pijakan dalam melaksanakan qiyas37.
⦁ Al-Istihsan
Al-Istihsan merupakan pola istinbath hukum Imam Abu Hanifah, istihsan secara terminologi difahami dengan pindahnya para fuqaha dari qiyas jali (jelas) kepada qiyas khafi (tersembunyi). Imam Abu Hanifah banyak menetapkan hukum dengan istihsan tapi tidak memberikan penjelasan bagaimana sesungguhnya maksud dari pada tulisan istihsan tersebut. Ketika menetapkan hukum dengan cara istihsan, beliau hanya mengatakan “astahsin” artinya saya menanggap baik39. Imam Abu Hanifah beserta pengikutnya membagikan teori istihsan ini kepada enam bentuk, yaitu:
⦁ Istihsan bi al-Nash, yaitu yang berdasarkan ayat atau hadits, maksudnya ada ayat atau hadits tentang hukum suatu kasus yang berbeda dengan ketentuan kaidah umum, contoh: jual beli salam. Yaitu jual beli yang pembayarannya dilakukan lebih dahulu sedangkan barangnya belum ada disaat akad.
⦁ Istihsan bi al-Ijma’, yaitu istihsan yang berdasarkan pada ijma’, maksudnya meninggalkan keharusan menggunakan qiyas pada suatu kasus karena adanya ijma’, contohnya tentang jasa pemandian umum yang dalam kaidah umumnya jasa tersebut harus jelas berapa seorang itu mandi dan berapa banyak air yang harus dipakainya, namun itu menyulitkan banyak orang yang sehingga ulama sepakat untuk membolehkan hal tersebut tanpa menentukan jumlah air dan lamanya pemakaian.
⦁ Istihsan bi al-Qiyas al-Khafi, istihsan ini memalingkan suatu masalah dari ketentuan hukum qiyas jali kepada qiyas khafi, tetapi keberadaannya lebih tepat untuk diamalkan, misalnya wakaf dalam pertanian.
⦁ Istihsan bi al-Maslahah, yaitu istihsan yang berdasarkan kepada kemaslahatan, misalnya tentang keharusan buruh suatu pabrik untuk bertanggung jawab atas kerusakan setiap produk pabrik baik disengaja ataupun tidak.
⦁ Istihsan bi al-‘Urf, yaitu terhadap ketentuan hukum yang bertentangan dengan qiyas karena adanya ‘urf yang biasa dipraktekkan oleh masyarakat. Misalnya tentang menyewakan wanita untuk menyusukan bayinya dengan menjamin makanan, minuman dan pakaiannya.
⦁ Istihsan bi al-Dharurah, yaitu istihsan yang berdasarkan keadaan darurat, maksudnya karena adanya keadaan darurat yang menyebabkan seorang mujtahid untuk memberlakukan kaidah umum atau qiyas. Misalnya tentang sumur yang kemasukan najis, menurut kaidah umum air sumur itu tidak boleh dipergunakan karena telah terkena najis dan sulit untuk membersihkannya, akan tetapi dalam keadaan seperti ini cukup memasukkan beberapa galon air ke dalam sumur untuk menghilangkan najis.
⦁ ‘Urf
Kata ‘urf secara terminologi berarti “Sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat”. Sedangkan secara terminologi seperti yang dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan adalah:
ما ألفه المجتمع واعتاده وسار علیه في حیاته من قول أوفعل.
Sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perkataan ataupun perbuatan.
Istilah ‘urf dalam pengertian tersebut sama dengan pengertian al-‘adah (adat istiadat). Seluruh ulama mazhab termasuk Imam Abu Hanifah menerima dan menjadikan ‘urf sebagai dalil syara’ dalam menetapkan hukum, apabila tidak ada nash menjelaskan suatu masalah yang di hadapi. Adapun ‘urf yang dijadikan sebagai hujjah adalah ‘urf yang tidak bertentangan dengan syara’, baik berupa perkataan dan perbuatan maupun ‘urf yang menyangkut kebiasaan yang bersifat umum dan khusus atau biasa disebut dengan ‘urf shahih (yaitu ‘urf yang tidak bertentangan dengan syari’at).
⦁ Imam Syafi’i
⦁ Biografi
Imam Syafi’I dilahirkan pada bulan rajab tahun 150 H (767 M). menurut riwayat, oada tahun itu juga wafatnya Imam Hanafi di Baghdad. Imam Syafi’I dilahirkan di Gazza, wilayah Asqalan yang letaknya di dekat pantai lautan putih (laut Mati) sebelah tengah Palestina (Syam). Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Isris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’I bin as-saib bin Ubaid bin Abdul Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthallib bin Abdul munaf bin Qushay. Wafat pada thun 204 H.
Imam Syafi’I belajar dan menghafal al-Qur’an di Mekah dan disana pula ia mempelajari berbagai macam cabang ilmu, seperti lugat, sya’ir, adab, hadits dan fikih. Ilmu-ilmu itu dikuasai dengan baik dan sempurna, sehingga mampu membuat gurunya kagum dan bangga kepada ketajaman hati dan nalarnya. Imam syafi’i menimba ilmu kepada Sufyan bin’Unaiyah dan Muslim bin Khalid az-Zinji.
Di usia 20 tahun ia pergi ke Mekkah untuk mempelajari fikih kepada Imam Malik. Kemudian ia pergi menuju Irak, untuk mengujungi dan mempelajari Fikih kepada murid-murid Abu Hanifah. Lalu melanjutkan pengembaraannya ke negeri Persia, Irak Utara dan negeri lainnya. Kemudian, ia kembali ke Madinah setelah meraungi mencari ilmu selama 2 tahuan, dimulai tahun 172 sampai 174 H.
Mazhab Imam Syafi’i diterima oleh sejumlah ulama besar. Diantara murid-muridnya yang paling masyhur adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam, Abu Ibrahim Isma’il bin Yahya al-Mazuni, Abu Ya’qub Yusuf bin al-Buwaiti dan ar-Rabi’ al-Jizi. Dan kedua murid Imam Malik yang belajar langsung kepada Imam Syafi’i yaitu Asyhab dan Abu al-Qasim.
Mazhab Imam Syafi’i tersebar luas di negara-negara Islam terpenting dunia Timur. Dari negeri Timur, ia menerobos ke beberapa kerajaan dan kota lainnya dan kini mendominasi wilayah-wilayah Mesir, selain Mesir Atas, Palestina, Kurdistan dan Armenia. Mayoritas Ahlu Sunah Persia (Iran), kaum muslimin pulau Ceylon dan kepulauan Filipiha. Kaum muslimin di pulau Jawa dan sekitarnya, juga Muslimin India-Cina dan Australia serta penduduk dunia ketiga. Demikian pula kaum Sunni di Yaman, Aden dan Hadramaut, kecuali Aden yang terdapat juga penganut mazhab Hanafi. Selain itu, mazhab Syafi’i berlaku di Irak, Hijaz dan Suria bersama mazhab-mazhab lain.
⦁ Dasar-dasar Istinbathnya
Menurut Musthofa as-Sibaiy seperti dikutib oleh Chuzaimah t.Yanggo bahwa Imam Syafi’ilah yang meletakkan dsar pertama tentang kaedah-kaedah periwayatan hadits dengan tidak terlalu ketat sebagaimana siidyaratkan Imam Hanafi dan tidak pula terlalu longgar seperti syarat Imam Malik, karena pendapatnya yang bisa mengakomodir perbedaan-perbedaan fundamental atar Imam madzhab tentang as-sunnah, maka beliaupun digelari senbagai Nashir Sunnah. Hal ini adalah hasil mempertemukan antara fiqih Madinah dan fiqih Iraq.
Adapun dasar-dasar hokum yang dipakai oleh madzhab Syafi’i ialah:
⦁ Al-Qur’an
Imam Syafi’i terhadap sumber hokum utama ini mengambil makna lainnya kecuali didapati alasan lain yang menunjukkan bukan arti lahirnya yang harus dipakai.
⦁ As-Sunnah
Beliau mengambil sunnah tidaklah mewajibkan yang mutawatir saja, tetapi ahad pun diambil dan dipergunakan pula yang menjadi dalil, asal telah mencukupi syarat-syaratnya, yakni selama perowi hadits itu orang kepercayaan, kuat ingatan dan sanadnya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
⦁ Al-Ijma’
Beliau memandang bahwa Ijma’ sahabat lebih utama daripada pihak dzahir hadits dan khabar ahad. Imam Syafi’i mensyaratka ijma’ sahabat harus punya landsan nash dan riwayat dari Nabi SAW. Selain itu beliau hanya menyakini Ijma’ sharih sebagai dalil hokum dan menolak Ijma’ sukuti karena diamnya sebagian Mujtahid belum tentu menunjukkan setuju.
⦁ Al-Qiyas
Menurut beliau Qiyas dipergunakan apabila jika dalam keadaan memaksaa di saat tidak ditemukan hukumnya dalam ketiga sumber diatas. Dalam pada itu, beliau tidak terburu-buru menjatuhkan hokum secara qiyas, sebelum menyelidiki lebih dalam dapat atau tidaknya hokum itu dipergunakan.
⦁ Istidlal
Apabila beliau dalam suatu perkara yang bertalian dengan hokum sudah tidak mendapati dalil dari Ijma’ dan tidak ada jalan dari Qiyas, maka barulah beliau mengambil dengan jalan istidlal, yakni mencari alasa, bersandarkan atas qaidah-qaidah (undang-undang) agama, meskipun dari agama ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Dan beliau tidak sekali-sekali mempergunakan pendapat atau buha pikiran manusia, beliau juga tidak mau mengambil hokum denga cara “istihsan” seperti yang biasa dikerjakan oleh para ulama’ dari pengikut Imam Hanafi fi Baghdad dan lain-lain. Inilah dsar-dsar madzhab Imam Syafi’i yang sebenarnya.
BAB III
PENUTUP
⦁ Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan yang telah dipaparkan oleh penyusun, maka bisa ditarik kesimpulan yaitu:
⦁ Istinbath adalah upaya menggali dan mengeluarkan hokum dari sumber-sumber yang terperinci untuk mencari hokum Syara’ yang bersifat Zhanni.
⦁ Dasar-dasar Istinbath Madzhab Imam Hanafi yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Qoul al-shahab, Al-Qiyas, Al-Istihsan dan ‘Urf.
⦁ Dasar-dasar Istinbath Madzhab Imam Syafi’i yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’, Al-Qiyas dan Istidlal.
⦁ Saran
Dengan penjelasan diatas semoga mahasiswa Pendidikan Agama Islam bisa memahami dan mampu menganalisa sendiri tentang dasar-dasar Istinbath kedua Imam Madzhab yaitu Imam Hanafi dan Imam Syafi’i. Semoga makalah selanjutnya bisa lebih rinci dalam membahas apa rumusan masalah yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Chalil, Moenawar. 1994. Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab: Hanafi, Maliky, Syafi’iy, Hambaly. Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Hamid, Zeid Husein dan Hasanudin. 2003. Salat Empat Mazhab. Bogor: PT. Pustaka Lentera AntarNusa.
Siswadi. Sistem Istinbath Hukum Empat Imam Mazhab. Diakses tanggal 30 oktober 2016, pukul 17.00 wib. Diakses pada https://siswady.wordpress.com/makalah/sistem-istinbath-hukum-empat-imam-mazhab/.
PENDAHULUAN
⦁ Latar Belakang
Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam. Dimana apabila ada persoalan seseorang dalam memecahkan masalah dengan merujuk kepada keduanya. Pada zaman Rasulullah SAW masih hidup, bila terjadi persoalan umat akan lebih mudah dalam menyelesaikannya. Dengan cara langsung bertanya kepada Rasulullah SAW. Namun, setelah wafatnya Rasulullah maka hukum Islam harus terus berjalan.
Hukum Islam akan terus berjalan meskipun Rasulullah telah wafat yaitu melalui para sahabat Nabi. Dengan berpegang kepada dua warisan yang diberikan kepada umatnya yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Maka, bila ada sebuah persoalan cara menyelesaikannya dengan merujuk kepada keduanya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an, Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatum maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Rasulullah sebelum meninggalkan umatnya, beliau memberikan contoh melalui pembicaraannya dengan Mua’az bin Jabal, bahwa penyelesaian persoalan umat itu berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kalau tidak ditemukan solusinya maka diselesaikan melalui ijtihad yang tentu saja tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber hukum utama tersebut.
Dengan merujuk kepada pesan tersebut, maka para sahabat dan tabi’in melakukan ijtihad dan melahirkan fiqh. Terdapat perbedaan hasil ijtihad mereka, dikarenakan perbedaan kuantitas hadits serta situasi dan kondisi yang dialami. Selain itu, kadar pengunaan nalar dalam memecahkan sebuah persoalan menimbulkan beberapa madzhab dalam fiqh. Di dalam makalah ini penyusun akan menjelaskan dua Imam madzhab berserta dasar-dasar Istinbatnya yaitu Imam Abu Hanifa dan Imam Syafi’i.
⦁ Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang digunakan sebagai dasar penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
⦁ Apa pengertian dari Istinbath?
⦁ Bagaimana riwayat hidup Imam Hanafi dan dasar-dasar Istinbathnya?
⦁ Bagaimana riwayat hidup Imam Syafi’I dan dasar-dasar Istinbathnya?
⦁ Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
⦁ Agar mengetahui pengertian Istinbath.
⦁ Agar memahami riwayat hidup Imam Hanafi serta dasar-dasar Istinbathnya.
⦁ Agar memahami riwayat hidup Imam Syafi’I serta dasar-dasar Istinbathnya.
BAB II
PEMBAHASAN
⦁ Pengertian Istinbath
Secara bahasa kata Istinbath yang katanya yaitu berasal dari bahasa Arab, "استنبط – يستنبط – استنباط" yang berarti mengeluarkan, melahirkan, menggali, dan lainnya. Kata dasarnya adalah "( الماء نبط- ينبط- نبطا- نبوطا) berarti air terbit dan keluar dari dalam tanah. Adapun yang dimaksud dengan istinbath disini adalah suatu upaya menggali dan mengeluarkan hukum dari sumber-sumbernya yang terperinci untuk mencari hokum Syara’ yang bersifat Zhanni.
Menurut bahasa, Mazhab (مذهب) berasal dari shighah mashdar mimmy (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhy “dzahaba” yang berarti “pergi”. Bisa juga berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”. Sedangkan yang dimaksud mazhab menurut istilah, yaitu:
⦁ Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh oleh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hokum suatu peristiwa berdasarkan kepada Al-Qur’an dan hadits.
⦁ Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hokum suatu peristiwa yang diambil dari Al-Qur’an dan hadits.
⦁ Imam Abu Hanifah
⦁ Biografi
Imam Abu Hanifah dilahirkan pada tahun 80 H (699 M). Nama sebenarnya beluai dari mulai kecil yaitu Nu’man bin Tsabit bin Zautha bin Mah. Ayahnya keturunan dari bangsa Persi, tetapi sebelum beliau dilahirkan, ayahnya sudah pindah ke Kufah. Sehingga Abu Hanifah sejak kecil tinggal di Kufah.
Di negeri Kufah, Imam Abu Hanifah belajar Ilmu Fikih dan merumuskan dasar-dasar mazhabnya. Dan beliau meninggal di Baghdad pada tahun 150 H. Beliau hidup di dua zaman pemerintahan besar, yaitu pemerintahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Dia generasi atba’ at-tabi’in. Dia pernah bertemu sahabat Anas bin malik dan meriwayatkan hadits darinya, yaitu hadit yang artinya, “Menuntut ilmu adalah fardhu bagi setiap Muslim.”
Abu Hanifah menerima pembelajaran fikih dan mempelajarinya dari Hammad bi Abi Sulaiman, Hammad menerimanya dari Ibrahim an-Nakha’I, sedangkan Ibrahim merimanya pula dari ‘Aqlamah bin Qais, murid Abdullah bin Mas’ud. Kemahiran dan popularitasnya telah mencuat ketia berada di Irak. Mazhab pemikiran fikihnya diterima dan dibukukan oleh sejumlah ulama yang selalu mendampinginya, sehingga disebut sebagai Ashab Abu Hanifah.
Murid-murid Abu Hanifah yang paling masyhur adalah Abu Yusuf, Muhammad bin Al-Hasan, Hasan bin Ziyad dan Zufar. Sehingga pada periode selanjutnya, pendapat Imam Abu Ha ifah beserta murid-muridnya dikodifikasikan menjadi satu, yang kesemuanya disebut dengan Mazhab Abu Hanifah”. Mazhab ini banyak dianut sebagian besar di negeri Islam, seperti Baghdad, Persia, India, Bukhara, Yaman, Mesir dan Suria.
Mazhab Abu Hanifah merupakan mazhab paling berpengaruh dan merupakan mazhab resmi di sebagian besar masa dinasti Abbasiah. Keputusan peradilan dan fatwa hanya menggunakan mazhab Abu Hanifah. Demikian juga pemerintahan Usmaniah menjadikannya sebagai mazhab resmi negara. Peradilan dan fatwa pun harus didsarkan hanya pada mazhab Abu Hanifah.
⦁ Dasar-dasar Istinbathnya
Imam Muhammad bin Hasan pernah meriwayatkan dalam buku Chalil bahwa Imam Abu Hanifah seringkali mengajak bermunadlarah, bermubahatsah, berunding, dan bertukar fikiran dengan para murid atau para sahabat beliau yang karib, tentang soal-soal hokum qiyas, dengan cara bebas-merdeka, dan para murid beliau pun membantah dan menolak alasan-alasan yang dikemukakan beliau.
Abu Hanifah dikenal sebagai ulama Ahl al-Ra’yi. Dalam menetapkan hokum Islam, baik yang diistinbathkan dari al-Qur’an ataupun hadits, beliau banyak menggunakan nalar. Beliau mengutamakan ra’yi dan khabar ahad. Apabila terdapat hadits yang bertentangan, beliau menetapkan hokum dengan jalan qiyas dan Istihsan.
Telah diriwayatkan dari Abu Hanifah pendapat-pendapat yang menunjukkan garis besar metode istinbathnya dan dalil-dalil yang digunakannya. Di antaranya ia berkata, “Aku berpegang pada kitab Allah jika aku dapati hukum padanya. Jika tidak maka aku berpegang pada Sunnah Rasulullah. Jika aku tidak mendapatinya dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, aku berpegang pada ucapan sahabat, aku berpegang pada ucapan sahabat yang aku kehendaki dan aku tinggalkan siapa yang aku kehendaki, dan aku tidak keluar dari ucapan mereka kepada ucapan selian mereka. Namun ketika sampai pada masa Ibrahim, asy-Sya’bi, Ibnu Sirrin, ‘Atha’, dan Sa’id bin Musayyib (para mujtahid dari tabi’in), aku berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”
Dasar-dasar pegangan madzhab Hanafi adalah sebagai berikut:
⦁ Al-Qur’an
Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa pesan al-Qur’an tidak semuanya qath’i dalalah. Ada beberapa hal yang memerlukan interpretasi terhadap hukum yang ditunjukkan oleh al-Qur’an, terutama terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan muamalah umum antar manusia, dalam ayat-ayat yang berhubungan dengan muamalah tersebut, porsi penggunaan akal dalam mencari hukum terhadap suatu masalah lebih besar. Hal itu karena di buktikan baik oleh Imam Abu Hanifah sendiri maupun murid-muridnya dan karena itu juga sebagai mahzab yang Umari, mazhab liberalis dan rasionalis.
Dalam memahami al-Qur’an, ulama Hanafiyah tidak hanya melakukan interpretasi terhadap ayat-ayat yang masih mujmal, tetapi mereka juga melakukan penelaahan terhadap ‘am dan khas ayat al-Qur’an tersebut. Dan inilah yang tampaknya menjadi ciri khas ulama-ulama Irak yang dipelopori oleh Imam Abu Hanifah dan ulama-ulama Hijaz yang semazhab dengan mereka.
⦁ As-Sunnah
Dasar kedua yang digunakan oleh Mazhab Hanafi adalah al-Sunnah. Martabat al-Sunnah yang terletak di bawah al-Qur’an. Imam Abu Yusuf berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih alim tentang menafsirkan hadits dari pada Abu Hanifah. Ia adalah seorang yang mengerti tentang penyakit-penyakit hadits dan menta’dil dan mentarjih hadits. Tentang dasar yang kedua ini, Mazhab Hanafi sepakat mengamalkan al-Sunnah yang mutawatir, masyhur, dan shahih. Hanya saja Imam Abu Hanifah dan begitu juga ulama Hanafiyah agak selektif dalam menetapkan syarat-syarat yang dipergunakan untuk menerima hadits ahad.
Abu Hanifah menolak hadits ahad apabila berlawanan dengan al-Qur’an baik makna yang diambil dari nash atau yang diambil dari illat hukum. Ali Hasan Abdul al-Qadir mengatakan, “Musuh-musuh Abu Hanifah (yang tidak senang dengan Abu Hanifah) menuduhnya tidak memberikan perhatian yang besar terhadap hadits, ia memprioritaskan ra’yu (logika)”. Abu Salih al-Fura menuturkan, “Aku mendengar Ibn Asbath berkata, “Abu Hanifah menolak 400 hadits.
Terhadap hadits mutawatir Imam Abu Hanifah menerimanya tanpa syarat karena tingkat kehujjahannya qath’i, meskipun terdapat pertentangan antara hadits mutawatir dengan akal, beliau mendahulukan hadits mutawatir. Hal ini berbeda dengan hadits ahad, beliau menerima dan mengamalkan hadits ahad apabila hadits tersebut memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
⦁ Orang yang meriwayatkan tidak boleh berfatwa yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkannya.
⦁ Hadits ahad tidak boleh menyangkut persoalan umum yang sering terjadi, sebab kalau menyangkut persoalan yang sering terjadi mestinya hadits ini diriwayatkan oleh banyak perawi.30
⦁ Hadits ahad tidak boleh bertentangan dengan kaidah umum atau dasardasar kulliyah.
⦁ Qaul al-Shahabah
Imam Abu Hanifah sangat mengahargai para sahabat. Dia menerima, mengambil serta mengharuskan umat Islam mengikutinya. Jika ada pada suatu masalah beberapa Qaul al-Shahabah maka ia mengambil salah satunya, jika tidak ada qaul al-Shahabah pada suatu masalah tersebut maka ia berijtihad dan tidak mengikuti pendapat tabi’in. Menurut Abu Hanifah Ijma’ sahabat ialah kesepakatan para mujtahidin dari umat Islam di suatu masa sesudah Nabi SAW atas suatu urusan.
Ta’rif itulah yang disepakati ulama ahl-al-Ushul. Ulama Hanafiyah menetapkan bahwa ijma’ itu dijadikan sebagai hujjah. Mereka menerima ijma’ qauli dan ijma’ sukuti. Mereka menetapkan bahwa tidak boleh ada hukum baru terhadap suatu urusan yang telah disepakati oleh para ulama, karena membuat hukum baru adalah menyalahi ijma’. Ada tiga alasan dalam menerima ijma’ sebagai hujjah yaitu:
⦁ Para sahabat berijtihad dalam menghadapi masalah yang timbul. Umar bin Khattab dalam menghadapi suatu masalah sering memanggil para sahabat untuk memanggil para sahabat untuk diajak bermusyawarah dan bertukar pikiran. Apabila dalam musyawarah tersebut diambil kesepakatan maka Umar pun melaksanakannya.
⦁ Para Imam selalu menyesuaikan pahamnya dengan yang telah diambil oleh ulama-ulama di negerinya, agar tidak dipandang ganjil dan tidak dipandang menyalahi aturan hukum. Abu Hanifah tidak mau menyalahi sesuatu yang telah di fatwakan oleh ulama-ulama Kufah.
⦁ Adanya sebuah hadits yang menunjukkan keharusan menghargai ijma’ seperti:
مَارَاَهُ الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَھُوَ عِنْدَ للهِ حَسَنٌ.
“Sesuatu yang dianggap baik oleh kaum muslimin, maka dianggap baik pula di sisi Allah SWT”.
Dengan demikian jelaslah bahwa ulama Hanafiyah menetapkan bahwa ijma’ merupakan satu di antaranya hujjah dalam beragama, yang merupakan hujjah qath’iyyah. Mereka tidak membedakan antara macam-macam ijma’, oleh karena itu apapun bentuk kesepakatan para ulama itu berhak atas penetapan hukum dan sekaligus menjadi hujjah hukum.
⦁ Al-Qiyas
Al-Qiyas adalah “Penjelasan dan penetapan suatu hukum tertentu yang tidak ada nashnya dengan melihat masalah lain yang jelas hukumnya dalam kitabullah, sunnah ataupun ijma’ karena kesamaan illat”. Yang menjadi pokok pegangan dalam menjalankan qiyas adalah bahwa segala hukum syara’ ditetapkan untuk menghasilkan kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Hukum-hukum itu mengandung pengertian-pengertian dan hikmah-hikmah yang menghasilkan kemaslahatan baik yang diperintah maupun yang dilarang, atau yang dibolehkan maupun yang dimakruhkan, semuanya demi kemaslahatan ummat.
Walaupun demikian, tidak berarti semua masalah yang baru timbul dan tidak ada hukumnya dalam al-Qur’an , al-Sunnah dan ijma’ boleh di qiyaskan begitu saja atas dalih kemaslahatan umum, ada beberapa syarat dan rukun yang harus di penuhi untuk melakukan qiyas, antara lain:
⦁ Ashal, yaitu sesuatu yang sudah dinashkan hukumnya yang menjadi tempat mengqiyaskan atau dalam istilah ushul disebut al-ashli (al maqis alaih).
⦁ Cabang (furu’), yaitu sesuatu peristiwa yang tidak ada nashnya dan peristiwa itulah yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashalnya, atau dalam istilah ushul disebut juga al-maqis.
⦁ Hukum Ashal, yaitu hukum syara’ yang dinashkan pada pokok yang kemudian akan menjadi hukum pada cabang.
⦁ Illat hukum, yaitu sifat yang nyata dan tertentu yang berkaitan atau yang munasabah dengan ada dan tidak adanya hukum, dan illat inilah yang menjadi titik tolak serta pijakan dalam melaksanakan qiyas37.
⦁ Al-Istihsan
Al-Istihsan merupakan pola istinbath hukum Imam Abu Hanifah, istihsan secara terminologi difahami dengan pindahnya para fuqaha dari qiyas jali (jelas) kepada qiyas khafi (tersembunyi). Imam Abu Hanifah banyak menetapkan hukum dengan istihsan tapi tidak memberikan penjelasan bagaimana sesungguhnya maksud dari pada tulisan istihsan tersebut. Ketika menetapkan hukum dengan cara istihsan, beliau hanya mengatakan “astahsin” artinya saya menanggap baik39. Imam Abu Hanifah beserta pengikutnya membagikan teori istihsan ini kepada enam bentuk, yaitu:
⦁ Istihsan bi al-Nash, yaitu yang berdasarkan ayat atau hadits, maksudnya ada ayat atau hadits tentang hukum suatu kasus yang berbeda dengan ketentuan kaidah umum, contoh: jual beli salam. Yaitu jual beli yang pembayarannya dilakukan lebih dahulu sedangkan barangnya belum ada disaat akad.
⦁ Istihsan bi al-Ijma’, yaitu istihsan yang berdasarkan pada ijma’, maksudnya meninggalkan keharusan menggunakan qiyas pada suatu kasus karena adanya ijma’, contohnya tentang jasa pemandian umum yang dalam kaidah umumnya jasa tersebut harus jelas berapa seorang itu mandi dan berapa banyak air yang harus dipakainya, namun itu menyulitkan banyak orang yang sehingga ulama sepakat untuk membolehkan hal tersebut tanpa menentukan jumlah air dan lamanya pemakaian.
⦁ Istihsan bi al-Qiyas al-Khafi, istihsan ini memalingkan suatu masalah dari ketentuan hukum qiyas jali kepada qiyas khafi, tetapi keberadaannya lebih tepat untuk diamalkan, misalnya wakaf dalam pertanian.
⦁ Istihsan bi al-Maslahah, yaitu istihsan yang berdasarkan kepada kemaslahatan, misalnya tentang keharusan buruh suatu pabrik untuk bertanggung jawab atas kerusakan setiap produk pabrik baik disengaja ataupun tidak.
⦁ Istihsan bi al-‘Urf, yaitu terhadap ketentuan hukum yang bertentangan dengan qiyas karena adanya ‘urf yang biasa dipraktekkan oleh masyarakat. Misalnya tentang menyewakan wanita untuk menyusukan bayinya dengan menjamin makanan, minuman dan pakaiannya.
⦁ Istihsan bi al-Dharurah, yaitu istihsan yang berdasarkan keadaan darurat, maksudnya karena adanya keadaan darurat yang menyebabkan seorang mujtahid untuk memberlakukan kaidah umum atau qiyas. Misalnya tentang sumur yang kemasukan najis, menurut kaidah umum air sumur itu tidak boleh dipergunakan karena telah terkena najis dan sulit untuk membersihkannya, akan tetapi dalam keadaan seperti ini cukup memasukkan beberapa galon air ke dalam sumur untuk menghilangkan najis.
⦁ ‘Urf
Kata ‘urf secara terminologi berarti “Sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat”. Sedangkan secara terminologi seperti yang dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan adalah:
ما ألفه المجتمع واعتاده وسار علیه في حیاته من قول أوفعل.
Sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perkataan ataupun perbuatan.
Istilah ‘urf dalam pengertian tersebut sama dengan pengertian al-‘adah (adat istiadat). Seluruh ulama mazhab termasuk Imam Abu Hanifah menerima dan menjadikan ‘urf sebagai dalil syara’ dalam menetapkan hukum, apabila tidak ada nash menjelaskan suatu masalah yang di hadapi. Adapun ‘urf yang dijadikan sebagai hujjah adalah ‘urf yang tidak bertentangan dengan syara’, baik berupa perkataan dan perbuatan maupun ‘urf yang menyangkut kebiasaan yang bersifat umum dan khusus atau biasa disebut dengan ‘urf shahih (yaitu ‘urf yang tidak bertentangan dengan syari’at).
⦁ Imam Syafi’i
⦁ Biografi
Imam Syafi’I dilahirkan pada bulan rajab tahun 150 H (767 M). menurut riwayat, oada tahun itu juga wafatnya Imam Hanafi di Baghdad. Imam Syafi’I dilahirkan di Gazza, wilayah Asqalan yang letaknya di dekat pantai lautan putih (laut Mati) sebelah tengah Palestina (Syam). Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Isris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’I bin as-saib bin Ubaid bin Abdul Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthallib bin Abdul munaf bin Qushay. Wafat pada thun 204 H.
Imam Syafi’I belajar dan menghafal al-Qur’an di Mekah dan disana pula ia mempelajari berbagai macam cabang ilmu, seperti lugat, sya’ir, adab, hadits dan fikih. Ilmu-ilmu itu dikuasai dengan baik dan sempurna, sehingga mampu membuat gurunya kagum dan bangga kepada ketajaman hati dan nalarnya. Imam syafi’i menimba ilmu kepada Sufyan bin’Unaiyah dan Muslim bin Khalid az-Zinji.
Di usia 20 tahun ia pergi ke Mekkah untuk mempelajari fikih kepada Imam Malik. Kemudian ia pergi menuju Irak, untuk mengujungi dan mempelajari Fikih kepada murid-murid Abu Hanifah. Lalu melanjutkan pengembaraannya ke negeri Persia, Irak Utara dan negeri lainnya. Kemudian, ia kembali ke Madinah setelah meraungi mencari ilmu selama 2 tahuan, dimulai tahun 172 sampai 174 H.
Mazhab Imam Syafi’i diterima oleh sejumlah ulama besar. Diantara murid-muridnya yang paling masyhur adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam, Abu Ibrahim Isma’il bin Yahya al-Mazuni, Abu Ya’qub Yusuf bin al-Buwaiti dan ar-Rabi’ al-Jizi. Dan kedua murid Imam Malik yang belajar langsung kepada Imam Syafi’i yaitu Asyhab dan Abu al-Qasim.
Mazhab Imam Syafi’i tersebar luas di negara-negara Islam terpenting dunia Timur. Dari negeri Timur, ia menerobos ke beberapa kerajaan dan kota lainnya dan kini mendominasi wilayah-wilayah Mesir, selain Mesir Atas, Palestina, Kurdistan dan Armenia. Mayoritas Ahlu Sunah Persia (Iran), kaum muslimin pulau Ceylon dan kepulauan Filipiha. Kaum muslimin di pulau Jawa dan sekitarnya, juga Muslimin India-Cina dan Australia serta penduduk dunia ketiga. Demikian pula kaum Sunni di Yaman, Aden dan Hadramaut, kecuali Aden yang terdapat juga penganut mazhab Hanafi. Selain itu, mazhab Syafi’i berlaku di Irak, Hijaz dan Suria bersama mazhab-mazhab lain.
⦁ Dasar-dasar Istinbathnya
Menurut Musthofa as-Sibaiy seperti dikutib oleh Chuzaimah t.Yanggo bahwa Imam Syafi’ilah yang meletakkan dsar pertama tentang kaedah-kaedah periwayatan hadits dengan tidak terlalu ketat sebagaimana siidyaratkan Imam Hanafi dan tidak pula terlalu longgar seperti syarat Imam Malik, karena pendapatnya yang bisa mengakomodir perbedaan-perbedaan fundamental atar Imam madzhab tentang as-sunnah, maka beliaupun digelari senbagai Nashir Sunnah. Hal ini adalah hasil mempertemukan antara fiqih Madinah dan fiqih Iraq.
Adapun dasar-dasar hokum yang dipakai oleh madzhab Syafi’i ialah:
⦁ Al-Qur’an
Imam Syafi’i terhadap sumber hokum utama ini mengambil makna lainnya kecuali didapati alasan lain yang menunjukkan bukan arti lahirnya yang harus dipakai.
⦁ As-Sunnah
Beliau mengambil sunnah tidaklah mewajibkan yang mutawatir saja, tetapi ahad pun diambil dan dipergunakan pula yang menjadi dalil, asal telah mencukupi syarat-syaratnya, yakni selama perowi hadits itu orang kepercayaan, kuat ingatan dan sanadnya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
⦁ Al-Ijma’
Beliau memandang bahwa Ijma’ sahabat lebih utama daripada pihak dzahir hadits dan khabar ahad. Imam Syafi’i mensyaratka ijma’ sahabat harus punya landsan nash dan riwayat dari Nabi SAW. Selain itu beliau hanya menyakini Ijma’ sharih sebagai dalil hokum dan menolak Ijma’ sukuti karena diamnya sebagian Mujtahid belum tentu menunjukkan setuju.
⦁ Al-Qiyas
Menurut beliau Qiyas dipergunakan apabila jika dalam keadaan memaksaa di saat tidak ditemukan hukumnya dalam ketiga sumber diatas. Dalam pada itu, beliau tidak terburu-buru menjatuhkan hokum secara qiyas, sebelum menyelidiki lebih dalam dapat atau tidaknya hokum itu dipergunakan.
⦁ Istidlal
Apabila beliau dalam suatu perkara yang bertalian dengan hokum sudah tidak mendapati dalil dari Ijma’ dan tidak ada jalan dari Qiyas, maka barulah beliau mengambil dengan jalan istidlal, yakni mencari alasa, bersandarkan atas qaidah-qaidah (undang-undang) agama, meskipun dari agama ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Dan beliau tidak sekali-sekali mempergunakan pendapat atau buha pikiran manusia, beliau juga tidak mau mengambil hokum denga cara “istihsan” seperti yang biasa dikerjakan oleh para ulama’ dari pengikut Imam Hanafi fi Baghdad dan lain-lain. Inilah dsar-dsar madzhab Imam Syafi’i yang sebenarnya.
BAB III
PENUTUP
⦁ Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan yang telah dipaparkan oleh penyusun, maka bisa ditarik kesimpulan yaitu:
⦁ Istinbath adalah upaya menggali dan mengeluarkan hokum dari sumber-sumber yang terperinci untuk mencari hokum Syara’ yang bersifat Zhanni.
⦁ Dasar-dasar Istinbath Madzhab Imam Hanafi yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Qoul al-shahab, Al-Qiyas, Al-Istihsan dan ‘Urf.
⦁ Dasar-dasar Istinbath Madzhab Imam Syafi’i yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’, Al-Qiyas dan Istidlal.
⦁ Saran
Dengan penjelasan diatas semoga mahasiswa Pendidikan Agama Islam bisa memahami dan mampu menganalisa sendiri tentang dasar-dasar Istinbath kedua Imam Madzhab yaitu Imam Hanafi dan Imam Syafi’i. Semoga makalah selanjutnya bisa lebih rinci dalam membahas apa rumusan masalah yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Chalil, Moenawar. 1994. Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab: Hanafi, Maliky, Syafi’iy, Hambaly. Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Hamid, Zeid Husein dan Hasanudin. 2003. Salat Empat Mazhab. Bogor: PT. Pustaka Lentera AntarNusa.
Siswadi. Sistem Istinbath Hukum Empat Imam Mazhab. Diakses tanggal 30 oktober 2016, pukul 17.00 wib. Diakses pada https://siswady.wordpress.com/makalah/sistem-istinbath-hukum-empat-imam-mazhab/.
Makalah Sistem Penilaian (Akreditasi dan ISO) dalam Lembaga Pendidikan Islam
Diposting oleh
putri-flower.blogspot.co.id
di
06.13
MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
“SISTEM PENILAIAN (AKREDITASI DAN ISO) DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM”
DOSEN PENGAMPU:
Dr. Isa Anshori, Drs., M.si.
OLEH:
PUTRI NUR JANNAH (132071000026)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kita rahmat dan hidayah-Nya. Kami tim penyusun bisa menyelesaikan tugas membuat makalah mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam dengan judul Sistem Penilaian (Akreditasi dan ISO) dalam Lembaga Pendidikan Islam. Tanpa Ridla dan petunjuk-Nya mustahil Makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini kami susun agar kami mengetahui seperti apa Sistem Penilaian (Akreditasi dan ISO) dalam Lembaga Pendidikan Islam. Dengan adanya tugas inilah kami bisa menambah ilmu pengetahuan tentang bagaimana cara membuat sebuah karya ilmiah. Disini kami para penulis makalah ini juga tak lupa untuk mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada para pihak yang telah membantu untuk kelancaran menyelesaikan tugas ini.
Dalam rangka itulah, dengan makalah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam ini bisa menjadi sumber ilmu bagi siapapun yang membaca terutama untuk mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Oleh karena itu, kami dalam menyusun makalah ini juga sangat membutuhkan bantuan dari berbagai pihak agar hasilnya memuaskan dan berguna bagi bangsa dan Negara.
Kami sebagai tim penyusun juga sangat menyadari masih terdapat kekurangan dalam makalah ini, maka saran dan usul yang membangun akan kami sambut dengan senang hati, terutama dari berbagai pihak dosen yang memang memiliki tugas untuk mengembangkan mata kuliah sesuai dengan situasi dan kebutuhan mahasiswa dimana tempatnya.
Jazakumullah khairan katsira.
Billahi Fi Sabilillhaq, Fastabiqul Khairat
Sidoarjo, 8 Jumadil Akhir 1438 H
7 Maret 2017 M
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan
⦁ Latar Belakang 1
⦁ Rumusan Masalah 1
⦁ Tujuan Penulisan 1
BAB II Pembahasan
⦁ Sistem Penilaian Akreditasi dalam Lembaga Pendidikan Islam 2
⦁ Sistem Penilaian ISO dalam Lembaga Pendidikan Islam 7
BAB III Penutup
⦁ Kesimpulan 11
⦁ Saran 11
Daftar Pustaka 12
BAB I
PENDAHULUAN
⦁ Latar Belakang
Sekolah atau madrasah merupakan lembaga pendidikan. Maka dalam dunia pendidikan sering memperhatikan dan mengacu pada sistem standar mutu. Mutu pendidikan merupakan hal yang harus diperhatikan dan diupayakan untuk dicapai, sebab akan menjadi sia-sia bila mutu lulusan maupun prosesnya rendah.
Disamping peningkatan mutu pendidikan maka sekolah atau madrasah juga harus melakukan penilaian guna menentukan peringkat pengakuannya sebagai lembaga pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan SNP perlu dilakukan dalam tiga program terintegrasi, yaitu evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
Maka dalam makalah ini, akan dijelaskan sekilas tentang sistem penilaian akreditasi dan sistem penilaian ISO dalam lembaga pendidikan Islam.
⦁ Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini yaitu:
⦁ Bagaimana sistem penilaian akreditasi dalam lembaga pendidikan Islam?
⦁ Bagaimana sistem penilaian ISO dalam lembaga pendidikan Islam?
⦁ Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
⦁ Agar mahasiswa mengetahui sistem penilaian akreditasi dalam lembaga pendidikan Islam.
⦁ Agar mahasiswa mengetahui sistem penilaian ISO dalam lembaga pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
⦁ Sistem Penilaian Akreditasi dalam Lembaga Pendidikan Islam
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 1 ayat 22 yang berbunyi “Akreditasi adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan criteria yang telah ditetapkan”. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto bahwa akreditasi adalah suatu penilaian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap lembaga pendidikan swasta untuk menentukan peringkat pengakuan.
Akreditasi merupakan proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan suatu atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan dan peringkat kelayakan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan professional. Kelayakan program yaitu mengacu standar nasional pendidikan sebagai kriteria minimal tentang sistem pendidikan di Indonesia.
Tujuan dari akreditasi sekolah/madrasah yaitu sebagai berikut:
⦁ Memberikan informasi tentang kelayakan sekolah atau madrasah atau program yang dilaksanakan berdasarkan standar nasional pendidikan.
⦁ Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
⦁ Memetakan mutu pendidikan berdasarkan standar nasional pendidikan.
⦁ Dan memberikan pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Maka, manfaat dari hasil akreditasi sekolah atau madrasah yaitu:
⦁ Acuan dalam upaya peningkatan mutu dan rencana pengembangan madrasah.
⦁ Sebagai umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga madrasah dalam rangkan menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program madrasah.
⦁ Sebagai motivator agar madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap. Terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional.
⦁ Sebagai bahan informasi bagi madrasah dalam mendaptkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sekotor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana.
⦁ Serta sebagai acuan bagi lembaga terkait dalam mempertimbngkan kewenangan madrasah sebagai penyelenggara ujian nasional.
Akreditasi lembaga pendidikan dilaksanakan berdasarkan prinsip kejujuran, keterbukaan, keadilan, keunggulan mutu, profesionalisme, obyektifitas, dan akuntabilitas.
Mekanisme akreditasi dalam lembaga pendidikan yaitu sebagai berikut:
⦁ Ketentuan dan persyaratan akreditasi sekolah/madrasah.
Akreditasi di MI, Mts dan MA diberlakukan untuk satuan pendidikan. Lembaga pendidikan yang mengusulkan untuk diakreditasi harus memenuhi persyaratan yaitu memiliki surat keputusan pendirian atau operasional lembaga pendidikan, memiliki peserta didik pada semua tingkatan kelas, memiliki sarana dan prasaranan pendidikan, memiliki pendidik dan tenaga kependidikan, melaksanakan kurikulum yang berlaku, dan telah menamatkan peserta didik.
⦁ Mekanisme akreditasi sekolah/madrasah.
Alur mekanisme kareditasi sekolah/madrasah dijelaskan sebagai berikut:
⦁ Penetapan sasaran akreditasi sekolah/madrasah
Setelah BAN-S/M menetapkan strategi dan sasaran sekolah/madrasah yang diakreditasi untuk seti ap provinsi, BAP-S/M menetapkan sasaran sekolah/madrasah yang akan diakreditasi sesuai jumlah alokasi yang telah ditetapkan oleh BAN-S/M pada tahun berjalan. BAP-S/M berkoordinasi dengan Disdik Provinsi dan Kanwil Kemenag untuk menentukan satuan/program pendidikan yang akan diakreditasi sesuai dengan prioritas dan persyaratan yang berlaku. BAP-S/M menyampaikan alokasi sekolah/madrasah untuk setiap kab/kota kepada Disdik dan Kankemenag Kab/Kota.
⦁ Pemberitahuan pendaftaran akreditasi
BAP-S/M memberitahukan kepada lembaga pendidikan yang memenuhi syarat akan mendaftarakan diri untuk diakreditasi. Madrasah mendaftar melalui Kanwil kemenag/kankemenag.
⦁ Pengusulan sekolah/madrasah yang akan diakreditasi
Kanwil Kemenag/Kankemenag mengusulkan kepada BAP-S/M daftar nama dan alamat madrasah yang telah memenugi syarat untuk diakreditasi.
⦁ Penyampaian perangkat akreditasi
BAP-S/M menyampaikan perangkat akreditasi kepada madrasah yang akan diakreditasi. Madrasah dapat memperolehnya melalui website Ban-S/M, BAP-S/M, UPA-S/M, dan sumber resmi yang lainnya. Dokumen yang diterima mdrasah terdiri atas: instrumen akreditasi, petunjuk teknis pengisian instrument akreditasi, instrument pengumpulan data dan informasi pendukung, teknik penskoran dan pemringkatan hasil akreditasi.
⦁ Pengisian instrument akreditasi dan instrument pengumpulan data dan informasi pendukung.
Sebelum mengajukan permohonan akreditasi, madrasah melakukan evaluasi diri terlebih dahulu yaitu dengan melalui pengisian instrument akreditasi dan instrument pendukung yang telah diunduh.
⦁ Pengiriman isian instrument akreditasi
Madrasah mengirimkan berkas akreditasi kepada BAP-S/M atau melalui UPA-S/M kabupaten/kota, dengan tembusan ke Kankemenag Kabupaten/kota. Instrumen yang dikirim dilengkapi dengan dokumen yaitu: surta pernyataan kepala madrasah tentang keabsahan data dalam instrument akreditasi, surat keputusan pendirian/operasional madrasah, daftar jumlah siswa pada semua tingkatan kelas pada tahun berjalan, surat kepemilikian dan foto sarana dan prasarana yang dimiliki, daftar pendidik dan tenaga kependidikan, keterangan pelaksaan kurikulum yang berlaku, dan daftar siswa yang lulus pada tahun terakhir.
⦁ Melakukan evaluasi isian instrument dan audit dokumen.
BAP-S/M bersama dengan sejumlah asesor melakukan evaluasi terhadap isian instrumen akreditasi dan mengaudit dokumen yang diserahkan oleh sekolah/madrasah. Audit dilakukan terhadap dokumen persyaratan mengikuti akreditasi yang diserahkan oleh sekolah/madrasah. Evaluasi isian instrumen dilakukan dengan mengecek pemenuhan kriteria nilai minimal terakreditasi dan korelasi antar nilai komponen akreditasi. Sekolah/madrasah layak untuk divisitasi apabila hasil isian instrumen akreditasi memenuhi seluruh kriteria berikut. Nilai kumulatif akreditasi sekurang-kurangnya 56, Tidak lebih dari dua Nilai Komponen Akreditasi Skala Ratusan kurang dari 56, dan Tidak ada Nilai Komponen Akreditasi Skala Ratusan kurang dari 40.
⦁ Penetapan kelayakan madrasah untuk divitasi
BAP-S/M menentukan kelayakan visitasi berdasarkan hasil evaluasi diri. Apabila pemeriksaan hasil evaluasi diri dinyatakan lasak untuk divisitasi, maka BAP-S/M menugaskan asesor untuk melaksanakan visitasi ke madrasah. Namun apabila hasil pemeriksaan dinyatakan tidak layak maka BAP-S/M membuat surat kepada madrasah yang berisi penjelasan agar yang bersangkutan melakukan perbaikan.
⦁ Penugasan tim asesor
BAP-S/M menetapkan dan menugaskan tim asesor untuk melaksanakan visitasi ke madrasah.
⦁ Validasi hasil visitasi
Asesor melaksanakan visitasi dengan jalan melakukan klarifikasi, verifikasi, validitasi data evaluasi diri madrasah sesuai dengan kondisi yang ada. Setelah itu tim asesor melaporkan hasil visitasi kepada BAP-S/M.
⦁ Verifikasi dan penyusunan rekomendasi
Sebelum menetapkan hasil akreditasi, BAP-S/M bersama anggota BAN-S/M melakukan verifikasi terhadap hasil validasi. Verifikasi bertujuan untuk melakukan pengecekan kebenaran dokumen hasil validasi dan kesesuaian rekomendasi dengan data. Langkah yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah: mengecek dokumen rekapitulasi hasil validasi, mengecek berita acara validasi, dan melakukan penilaian dan menyusun rekomendasi untuk setiap jenjang, jenis sekolah/madrasah dan kabupaten/kota.
⦁ Penetapan hasil dan rekomendasi akreditasi
BAP-S/M menetapkan hasil akreditasi melalui rapat pleno penetapan hasil akhir akreditasi yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah dari jumlah anggota BAP-S/M dan sekurang-kurangnya satu anggota BAN-S/M. penetapan hasil akreditasi diputuskan melalui musyawarah, jika tidak mencapai kecepatan makan dilakukan voting, kemudian hasil pleno dituangkan dalam berita acara.
Madrasah yang dinyatakan terakreditasi apabila berdasarkan hasil penilaian tim asesor, dengan memenuhi kriteria yaitu: memperoleh nilai akhir akreditasi sekurang-kurangnya 56, tidak lebih dari dua nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 56, dan tidak ada nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 40. Saran dan rekomendasi harus bersifat spesifik agar mempermudah pihak madrasah melakukan pengembangan dan perbaikan.
⦁ Penerbitan sertifikat
Penerbitan sertifikat diterbitkan BAP-S/M sesuai dengan kewenangan yang diberikan BAN-S/M. BAP-S/M menyerakan sertifikat akreditasi dan saran/rekomendasi kepada madrasah.
⦁ Pelaporan data dan hasil akreditasi
Hasil akreditasi madrasah dan rekomendasi tindak lanjut disampaikan ke berbagai pihak sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, yaitu: BAP-S/M melaporkan kegiatan dan hasil akreditasi kepada BAN-S?M sesuai format pendataan, BAP-S/M menyampaikan hasil akreditasi kepada Gubernur, dinas Pendiidkan Provinsi, Kanwil Kemenang, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kankemenag, dan pihak lain yang terkait.
⦁ Sosialisasi hasil akreditasi
BAP-S/M menyosialisasi hasil-hasil akreditasi madrasah kepada masyarakat melalui seminar, media massa, website, dan forum-forum lainnya.
Adapun komponen akreditasi madrasah yaitu teridi dari delapan komponen sebagai berikut:
⦁ Standar Isi: ruang lingkup dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
⦁ Standar Proses: standar yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
⦁ Standar Kompetensi Lulusan: kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
⦁ Srandar Pendidik dan Tenaga Kependidikan: kriteria pendidikan prajabatan dankelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
⦁ Standar Sarana dan Prasarana: standar nasional pendidikan yang berkaitan denga kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat olahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan dalam menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
⦁ Standar Pengelolaan: standar nasional pendidikan yang brekaitan dengan perencanaa, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan
⦁ Standar Pembiayaan: standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
⦁ Standar penilaian Pendidikan: standar nasional yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrument penilaian hasil belajara peserta didik.
Setiap komponen standar meliputi beberapa aspek dan setiap aspek meliputi beberapa indikator. Idealnya seti ap indicator dijabarkan menjadi satu butir pernyataan, namun kalau cara ini dilakukan, instrumen akan sangat tebal, terkesan rumit, dan membosankan sekolah/madrasah, sebab instrumen untuk setiap jenjang pendidikan akan mencapai lebih dari 700 butir pernyataan.
Oleh karena itu, acuan butir instrumen adalah aspek dari komponen standar, artinya setiap aspek dijabarkan menjadi satu butir pernyataan, sehingga diperoleh jumlah butir untuk setiap instrument akreditasi tidak terlalu banyak, antara 157 sampai 185 butir pernyataan.
Indikator digunakan sebagai persyaratan pemenuhan standar dan bahan penjelasan dalam petunjuk teknis pengisian instrumen akreditasi. Selanjutnya kriteria butir pernyataan instrumen akreditasi adalah sebagai berikut: Terukur, Jelas (tidak menimbulkan penafsiran ganda), Sesuai aspek masing-masing standar, Masing-masing pernyataan hanya mengukur satu aspek, Masing-masing buti instrumen tidak saling bertentangan dan meniadakan butir yang lain.
Instrumen akreditasi sekolah/madrasah menggunakan instrumen akreditasi tipe peringkat. Seluruh butir pernyataan instrumen akreditasi merupakan pernyataan tertutup dengan lima opsi jawaban A, B, C, D, dan E. Jumlah butir pernyataan instrumen akreditasi pada setiap program atau satuan pendidikan adalah: SD/MI sebanyak 157 butir pernyataan, SMP/MTs sebanyak 169 butir pernyataan, SMA/MA sebanyak 165 butir pernyataan, SMK/MAK sebanyak 185 butir pernyataan, SDLB sebanyak 158 butir pernyataan, SMPLB sebanyak 167 butir pernyataan, dan SMALB sebanyak 166 butir pernyataan.
⦁ Sistem Penilaian ISO dalam Lembaga Pendidikan Islam
ISO atau Internasioanl Organization for Standardization adalah suatu standar internasional untuk menejemen mutu. Sedangkan sertifikat ISO merupakan sebuah pernyataan tertulis diberikan kepada sebuah institusi yang telah menerapkan ISO sebagai standar dalam menyelenggarakan organisasinya setelah melalui proses audit internal dan eksternal.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan salah satu sistem manajemen yang baik adalah sistem manajemen mutu ISO 9001:200. Sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 merupakan salah satu sistem yang digunakan untuk mengelola atau memimpin suatu organisasi/lembaga pendidikan dalam mencapai suatu tujuan atau sasaran mutu organisasi/lembaga pendidikan.
Dalam menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2000 terdapat 8 prinsip dasar manajemen mutu yaitu :
⦁ Fokus pada Pelanggan (siswa, orang tua, pengguna tamatan, pemerintah dll)
⦁ Kepemimpinan / leadership
⦁ Keterlibatan orang-orang
⦁ Pendekatan proses
⦁ Pendekatan sistem → manajemen
⦁ Peningkatan berkesinambungan
⦁ Pembuatan keputusan berdasarkan fakta
⦁ Hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok.
Adapaun model SMM ISO 9001:2000 yang dikembangkan ada 8 klausul induk, yaitu sebagai berikut:
⦁ Ruang lingkup
⦁ Acuan standart
⦁ Istilah dan definisi
⦁ Sistem Manajemen Mutu
⦁ Tanggung Jawab Manajemen
⦁ Manajemen Sumber Daya
⦁ Realisasi Proses Pendidikan
⦁ Pengukuran, Analisa dan Peningkatan
Klausul 1 sampai dengan 3 merupakan klausul yang sifatnya umum yaitu klausul yang menjelaskan ruang lingkup penerapan, acuan standart yang dipilih dan semua istilah dan definisi yang selalu digunakan dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 di suatu organisasi atau lembaga pendidikan.
Klausul 4 meliputi persyaratan umum yaitu: umum, pedoman mutu/manual mutu, pengontrolan dokumen dan pengontrolan record/rekaman. Klasul 5 meliputi : komitmen manajemen, fokus pada pelanggan, kebijakan mutu dan sasaran mutu, perencanaan, tanggung jawab, wewenang dan komunikasi, manajemen representative, komunikasi internal, tinjauan manajemen. Klausul 6 mengatur tentang: pengelolaan sumber daya yang meliputi :penyediaan sumber daya, sumber daya manusia, infrastruktur, lingkungan kerja.
Klausul 7 meliputi: perencanaan realisasi proses pendidikan (renstra, program kerja sekolah , kaldik,jadwal, dll), proses yang terkait dengan pelanggan (psb), desain dan pengembangan (kurikulum dan pengembangannya), pembelian, realisasi proses pendidikan dan penyediaan layanan (kbm dan evaluasinya), pengontrolan terhadap alat monitor dan alat pengukur.
Klausul 8 mengatur tentang: pengawasan dan pengukuran, kepuasan pelanggan (siswa, orang tua, pengguna tamatan, instansi terkait dsb), audit internal (penilaian terhadap semua unit kerja/program studi), pengontrolan produk yang tidak sesuai (siswa tidak naik/lulus, siswa yang tidak mentaati tata tertib dan lain sebagainya), analisa data (keberhasilan/kegagalan, kepuasan pelanggan dsb), peningkatan (di semua bidang)
Di dalam ISO 9001:2000 yang menjadi persyaratan hanyalah pasal 4: Sistem Manajemen Mutu, pasal 5: Tanggungjawab Manajemen, pasal 6: Manajemen Sumber Daya, pasal 7: Realisasi Produk, dan pasal 8: Pengukuran, Analisa dan Perbaikan. Jadi suatu lembaga pendidikan yang ingin menerapkan ISO 9001 atau ingin mendapatkan sertifikasi ISO 9001 cukup dengan menerapkan kelima pasal tersebut.
Jika dikelompokkan secara pendekatan proses maka pasal 5: Tanggungjawab Manajemen dan pasal 6: Manajemen Sumber Daya merupakan bagian dari Proses Perencanaan (plan), pasal 7: Realisasi Produk merupakan bagian dari Proses Melakukan (do), dan pasal 8: Pengukuran, Analisa dan Perbaikan merupakan bagian dari Proses Pemeriksaan (check) dan Proses Tindakan (Act). Integrasi proses-proses Plan-Do-Check-Act (PDCA) tersebut secara sistematik akan menghasilkan suatu pendekatan Sistem Manajemen Mutu (pasal 4) kearah perbaikan kinerja secara berkesinambungan.
Pengertian PDCA secara ringkas adalah Plan: menetapkan sasaran-sasaran dan proses-proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil-hasil yang sesuai dengan persyaratan pelanggan dan kebijakan organisasi. Do: melaksanakan proses-proses. Check: memonitor dan mengukur proses-proses dan produk, kemudian membandingkannya dengan kebijakan-kebijakan, sasaran-sasaran dan persyaratan produk yang telah ditetapkan sebelumnya, melakukan analisa data dan melaporkan hasil-hasilnya. Act: melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja proses secara kontinu.
Dalam Model Proses ISO 9001, manajemen suatu organisasi setelah memahami persyaratan-persyaratan Sistem Manajemen Mutu (pasal 4), kemudian menetapkan komitmennya untuk melaksanakan sistem manajemen mutu, menetapkan kebijakan mutu dan sasaran mutu, melakukan penetapan dan pendelegasian tugas dan wewenang, menunjuk wakil manajemen yang bertugas mengawasi pelaksanaan sistem manajemen mutu dan melakukan tinjauan manajemen (pasal 5). Tanggungjawab manajemen tersebut merupakan Proses Perencanaan (plan), dan organisasi harus memenuhi proses ini terlebih dahulu dalam memulai suatu sistem manajemen mutu, barulah kemudian menetapkan dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan untuk kelengkapan proses ini.
Yang dimaksud manajemen disini adalah manajemen puncak suatu organisasi/perusahaan seperti; Presiden Direktur, Direktur, General Manager, atau fungsi yang mengatur jalannya organisasi secara integral. Proses berikutnya yang juga merupakan Proses Perencanaan (plan) adalah Pengelolaan Sumber Daya (pasal 6), dimana organisasi menetapkan sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan sistem manajemen mutu dan memenuhi persyaratan pelanggan. Sumber daya tersebut berupa sumber daya manusia (karyawan), infrastruktur (bangunan, peralatan proses, alat transportasi, komunikasi, dll), dan lingkungan kerja.
Pada tahap selanjutnya organisasi harus melaksanakan (do) perencanaan-perencanaan yang telah ditetapkan dalam proses Realisasi Produk (pasal 7). Pada proses ini organisasi menetapkan semua kebutuhan untuk membuat proses, melakukan kegiatan verifikasi, validasi, monitor, inspeksi, pengujian yang dibutuhkan untuk kriteria keberterimaan produk, komunikasi dengan pelanggan, kegiatan desain dan pengembangan, pembelian, kegiatan pengendalian perlengkapan produksi dan pelayanan, pengendalian alat ukur, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, semua kegiatan operasional suatu perusahaan merupakan bagian dari proses Realisasi Produk dalam ISO 9001:2000. Pada tahapan ini Persyaratan Pelanggan merupakan input bagi proses sedangkan outputnya adalah Kepuasan Pelanggan.
Setelah proses implementasi (do) dijalankan, maka proses berikutnya adalah pemeriksaan (check) hasil-hasil yang diperoleh dan penetapan tindakan (act) yang diperlukan untuk perbaikan (pasal 8). Pada proses ini organisasi memonitor dan mengukur kepuasan pelanggan, melakukan audit mutu internal (internal quality audit), memonitor dan mengukur proses-proses dan produk, melakukan pengendalian terhadap ketidaksesuaian (non conformity) yang terjadi, menganalisa semua data yang diperoleh termasuk kecenderungan proses-proses, kemudian melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Hasil dari proses ini kemudian digunakan sebagai input bagi proses perencanaan selanjutnya.
Keempat proses diatas, Plan-Do-Check-Act (PDCA) merupakan satu siklus yang tidak terputus dan saling berinteraksi satu sama lain. Siklus PDCA sudah seharusnya digunakan untuk meningkatkan sistem manajemen mutu (kinerja organisasi) secara kontinu.
BAB III
PENUTUP
⦁ Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah diatas yaitu:
⦁ Akreditasi merupakan sistem penilaian yang digunakan untuk menentukan kelayakan dari suatu lembaga. Akreditasi lembaga pendidikan mengacu pada delapan komponen yaitu standar isi, standar proses, stadar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian.
⦁ ISO merupakan standarisasi manajemen mutu untuk lembaga pendidikan yang terdiri dari 8 prinsip dasar manajemen mutu yaitu: fokus pada pelanggan (siswa, orang tua, pengguna tamatan, pemerintah dll), kepemimpinan/leadership, keterlibatan orang-orang, pendekatan proses, pendekatan sistem → manajemen, peningkatan berkesinambungan, pembuatan keputusan berdasarkan fakta, dan hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok.
⦁ Saran
Dalam penulisan selanjutnya semoga bisa lebih baik lagi. Dan dijelaskan dengan lebih rinci serta dengan referensi yang lebih lengkap. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi siapa saja yang membaca.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009)
Keputusan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, No. 087/U/2002, pasal 2.
Tim penyusun. Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah Tahun 2016. (Jakarta: BAN-SM, 2016).
MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
“SISTEM PENILAIAN (AKREDITASI DAN ISO) DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM”
DOSEN PENGAMPU:
Dr. Isa Anshori, Drs., M.si.
OLEH:
PUTRI NUR JANNAH (132071000026)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kita rahmat dan hidayah-Nya. Kami tim penyusun bisa menyelesaikan tugas membuat makalah mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam dengan judul Sistem Penilaian (Akreditasi dan ISO) dalam Lembaga Pendidikan Islam. Tanpa Ridla dan petunjuk-Nya mustahil Makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini kami susun agar kami mengetahui seperti apa Sistem Penilaian (Akreditasi dan ISO) dalam Lembaga Pendidikan Islam. Dengan adanya tugas inilah kami bisa menambah ilmu pengetahuan tentang bagaimana cara membuat sebuah karya ilmiah. Disini kami para penulis makalah ini juga tak lupa untuk mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada para pihak yang telah membantu untuk kelancaran menyelesaikan tugas ini.
Dalam rangka itulah, dengan makalah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam ini bisa menjadi sumber ilmu bagi siapapun yang membaca terutama untuk mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Oleh karena itu, kami dalam menyusun makalah ini juga sangat membutuhkan bantuan dari berbagai pihak agar hasilnya memuaskan dan berguna bagi bangsa dan Negara.
Kami sebagai tim penyusun juga sangat menyadari masih terdapat kekurangan dalam makalah ini, maka saran dan usul yang membangun akan kami sambut dengan senang hati, terutama dari berbagai pihak dosen yang memang memiliki tugas untuk mengembangkan mata kuliah sesuai dengan situasi dan kebutuhan mahasiswa dimana tempatnya.
Jazakumullah khairan katsira.
Billahi Fi Sabilillhaq, Fastabiqul Khairat
Sidoarjo, 8 Jumadil Akhir 1438 H
7 Maret 2017 M
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan
⦁ Latar Belakang 1
⦁ Rumusan Masalah 1
⦁ Tujuan Penulisan 1
BAB II Pembahasan
⦁ Sistem Penilaian Akreditasi dalam Lembaga Pendidikan Islam 2
⦁ Sistem Penilaian ISO dalam Lembaga Pendidikan Islam 7
BAB III Penutup
⦁ Kesimpulan 11
⦁ Saran 11
Daftar Pustaka 12
BAB I
PENDAHULUAN
⦁ Latar Belakang
Sekolah atau madrasah merupakan lembaga pendidikan. Maka dalam dunia pendidikan sering memperhatikan dan mengacu pada sistem standar mutu. Mutu pendidikan merupakan hal yang harus diperhatikan dan diupayakan untuk dicapai, sebab akan menjadi sia-sia bila mutu lulusan maupun prosesnya rendah.
Disamping peningkatan mutu pendidikan maka sekolah atau madrasah juga harus melakukan penilaian guna menentukan peringkat pengakuannya sebagai lembaga pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan SNP perlu dilakukan dalam tiga program terintegrasi, yaitu evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
Maka dalam makalah ini, akan dijelaskan sekilas tentang sistem penilaian akreditasi dan sistem penilaian ISO dalam lembaga pendidikan Islam.
⦁ Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini yaitu:
⦁ Bagaimana sistem penilaian akreditasi dalam lembaga pendidikan Islam?
⦁ Bagaimana sistem penilaian ISO dalam lembaga pendidikan Islam?
⦁ Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
⦁ Agar mahasiswa mengetahui sistem penilaian akreditasi dalam lembaga pendidikan Islam.
⦁ Agar mahasiswa mengetahui sistem penilaian ISO dalam lembaga pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
⦁ Sistem Penilaian Akreditasi dalam Lembaga Pendidikan Islam
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 1 ayat 22 yang berbunyi “Akreditasi adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan criteria yang telah ditetapkan”. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto bahwa akreditasi adalah suatu penilaian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap lembaga pendidikan swasta untuk menentukan peringkat pengakuan.
Akreditasi merupakan proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan suatu atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan dan peringkat kelayakan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan professional. Kelayakan program yaitu mengacu standar nasional pendidikan sebagai kriteria minimal tentang sistem pendidikan di Indonesia.
Tujuan dari akreditasi sekolah/madrasah yaitu sebagai berikut:
⦁ Memberikan informasi tentang kelayakan sekolah atau madrasah atau program yang dilaksanakan berdasarkan standar nasional pendidikan.
⦁ Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
⦁ Memetakan mutu pendidikan berdasarkan standar nasional pendidikan.
⦁ Dan memberikan pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Maka, manfaat dari hasil akreditasi sekolah atau madrasah yaitu:
⦁ Acuan dalam upaya peningkatan mutu dan rencana pengembangan madrasah.
⦁ Sebagai umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga madrasah dalam rangkan menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program madrasah.
⦁ Sebagai motivator agar madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap. Terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional.
⦁ Sebagai bahan informasi bagi madrasah dalam mendaptkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sekotor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana.
⦁ Serta sebagai acuan bagi lembaga terkait dalam mempertimbngkan kewenangan madrasah sebagai penyelenggara ujian nasional.
Akreditasi lembaga pendidikan dilaksanakan berdasarkan prinsip kejujuran, keterbukaan, keadilan, keunggulan mutu, profesionalisme, obyektifitas, dan akuntabilitas.
Mekanisme akreditasi dalam lembaga pendidikan yaitu sebagai berikut:
⦁ Ketentuan dan persyaratan akreditasi sekolah/madrasah.
Akreditasi di MI, Mts dan MA diberlakukan untuk satuan pendidikan. Lembaga pendidikan yang mengusulkan untuk diakreditasi harus memenuhi persyaratan yaitu memiliki surat keputusan pendirian atau operasional lembaga pendidikan, memiliki peserta didik pada semua tingkatan kelas, memiliki sarana dan prasaranan pendidikan, memiliki pendidik dan tenaga kependidikan, melaksanakan kurikulum yang berlaku, dan telah menamatkan peserta didik.
⦁ Mekanisme akreditasi sekolah/madrasah.
Alur mekanisme kareditasi sekolah/madrasah dijelaskan sebagai berikut:
⦁ Penetapan sasaran akreditasi sekolah/madrasah
Setelah BAN-S/M menetapkan strategi dan sasaran sekolah/madrasah yang diakreditasi untuk seti ap provinsi, BAP-S/M menetapkan sasaran sekolah/madrasah yang akan diakreditasi sesuai jumlah alokasi yang telah ditetapkan oleh BAN-S/M pada tahun berjalan. BAP-S/M berkoordinasi dengan Disdik Provinsi dan Kanwil Kemenag untuk menentukan satuan/program pendidikan yang akan diakreditasi sesuai dengan prioritas dan persyaratan yang berlaku. BAP-S/M menyampaikan alokasi sekolah/madrasah untuk setiap kab/kota kepada Disdik dan Kankemenag Kab/Kota.
⦁ Pemberitahuan pendaftaran akreditasi
BAP-S/M memberitahukan kepada lembaga pendidikan yang memenuhi syarat akan mendaftarakan diri untuk diakreditasi. Madrasah mendaftar melalui Kanwil kemenag/kankemenag.
⦁ Pengusulan sekolah/madrasah yang akan diakreditasi
Kanwil Kemenag/Kankemenag mengusulkan kepada BAP-S/M daftar nama dan alamat madrasah yang telah memenugi syarat untuk diakreditasi.
⦁ Penyampaian perangkat akreditasi
BAP-S/M menyampaikan perangkat akreditasi kepada madrasah yang akan diakreditasi. Madrasah dapat memperolehnya melalui website Ban-S/M, BAP-S/M, UPA-S/M, dan sumber resmi yang lainnya. Dokumen yang diterima mdrasah terdiri atas: instrumen akreditasi, petunjuk teknis pengisian instrument akreditasi, instrument pengumpulan data dan informasi pendukung, teknik penskoran dan pemringkatan hasil akreditasi.
⦁ Pengisian instrument akreditasi dan instrument pengumpulan data dan informasi pendukung.
Sebelum mengajukan permohonan akreditasi, madrasah melakukan evaluasi diri terlebih dahulu yaitu dengan melalui pengisian instrument akreditasi dan instrument pendukung yang telah diunduh.
⦁ Pengiriman isian instrument akreditasi
Madrasah mengirimkan berkas akreditasi kepada BAP-S/M atau melalui UPA-S/M kabupaten/kota, dengan tembusan ke Kankemenag Kabupaten/kota. Instrumen yang dikirim dilengkapi dengan dokumen yaitu: surta pernyataan kepala madrasah tentang keabsahan data dalam instrument akreditasi, surat keputusan pendirian/operasional madrasah, daftar jumlah siswa pada semua tingkatan kelas pada tahun berjalan, surat kepemilikian dan foto sarana dan prasarana yang dimiliki, daftar pendidik dan tenaga kependidikan, keterangan pelaksaan kurikulum yang berlaku, dan daftar siswa yang lulus pada tahun terakhir.
⦁ Melakukan evaluasi isian instrument dan audit dokumen.
BAP-S/M bersama dengan sejumlah asesor melakukan evaluasi terhadap isian instrumen akreditasi dan mengaudit dokumen yang diserahkan oleh sekolah/madrasah. Audit dilakukan terhadap dokumen persyaratan mengikuti akreditasi yang diserahkan oleh sekolah/madrasah. Evaluasi isian instrumen dilakukan dengan mengecek pemenuhan kriteria nilai minimal terakreditasi dan korelasi antar nilai komponen akreditasi. Sekolah/madrasah layak untuk divisitasi apabila hasil isian instrumen akreditasi memenuhi seluruh kriteria berikut. Nilai kumulatif akreditasi sekurang-kurangnya 56, Tidak lebih dari dua Nilai Komponen Akreditasi Skala Ratusan kurang dari 56, dan Tidak ada Nilai Komponen Akreditasi Skala Ratusan kurang dari 40.
⦁ Penetapan kelayakan madrasah untuk divitasi
BAP-S/M menentukan kelayakan visitasi berdasarkan hasil evaluasi diri. Apabila pemeriksaan hasil evaluasi diri dinyatakan lasak untuk divisitasi, maka BAP-S/M menugaskan asesor untuk melaksanakan visitasi ke madrasah. Namun apabila hasil pemeriksaan dinyatakan tidak layak maka BAP-S/M membuat surat kepada madrasah yang berisi penjelasan agar yang bersangkutan melakukan perbaikan.
⦁ Penugasan tim asesor
BAP-S/M menetapkan dan menugaskan tim asesor untuk melaksanakan visitasi ke madrasah.
⦁ Validasi hasil visitasi
Asesor melaksanakan visitasi dengan jalan melakukan klarifikasi, verifikasi, validitasi data evaluasi diri madrasah sesuai dengan kondisi yang ada. Setelah itu tim asesor melaporkan hasil visitasi kepada BAP-S/M.
⦁ Verifikasi dan penyusunan rekomendasi
Sebelum menetapkan hasil akreditasi, BAP-S/M bersama anggota BAN-S/M melakukan verifikasi terhadap hasil validasi. Verifikasi bertujuan untuk melakukan pengecekan kebenaran dokumen hasil validasi dan kesesuaian rekomendasi dengan data. Langkah yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah: mengecek dokumen rekapitulasi hasil validasi, mengecek berita acara validasi, dan melakukan penilaian dan menyusun rekomendasi untuk setiap jenjang, jenis sekolah/madrasah dan kabupaten/kota.
⦁ Penetapan hasil dan rekomendasi akreditasi
BAP-S/M menetapkan hasil akreditasi melalui rapat pleno penetapan hasil akhir akreditasi yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah dari jumlah anggota BAP-S/M dan sekurang-kurangnya satu anggota BAN-S/M. penetapan hasil akreditasi diputuskan melalui musyawarah, jika tidak mencapai kecepatan makan dilakukan voting, kemudian hasil pleno dituangkan dalam berita acara.
Madrasah yang dinyatakan terakreditasi apabila berdasarkan hasil penilaian tim asesor, dengan memenuhi kriteria yaitu: memperoleh nilai akhir akreditasi sekurang-kurangnya 56, tidak lebih dari dua nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 56, dan tidak ada nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 40. Saran dan rekomendasi harus bersifat spesifik agar mempermudah pihak madrasah melakukan pengembangan dan perbaikan.
⦁ Penerbitan sertifikat
Penerbitan sertifikat diterbitkan BAP-S/M sesuai dengan kewenangan yang diberikan BAN-S/M. BAP-S/M menyerakan sertifikat akreditasi dan saran/rekomendasi kepada madrasah.
⦁ Pelaporan data dan hasil akreditasi
Hasil akreditasi madrasah dan rekomendasi tindak lanjut disampaikan ke berbagai pihak sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, yaitu: BAP-S/M melaporkan kegiatan dan hasil akreditasi kepada BAN-S?M sesuai format pendataan, BAP-S/M menyampaikan hasil akreditasi kepada Gubernur, dinas Pendiidkan Provinsi, Kanwil Kemenang, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kankemenag, dan pihak lain yang terkait.
⦁ Sosialisasi hasil akreditasi
BAP-S/M menyosialisasi hasil-hasil akreditasi madrasah kepada masyarakat melalui seminar, media massa, website, dan forum-forum lainnya.
Adapun komponen akreditasi madrasah yaitu teridi dari delapan komponen sebagai berikut:
⦁ Standar Isi: ruang lingkup dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
⦁ Standar Proses: standar yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
⦁ Standar Kompetensi Lulusan: kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
⦁ Srandar Pendidik dan Tenaga Kependidikan: kriteria pendidikan prajabatan dankelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
⦁ Standar Sarana dan Prasarana: standar nasional pendidikan yang berkaitan denga kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat olahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan dalam menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
⦁ Standar Pengelolaan: standar nasional pendidikan yang brekaitan dengan perencanaa, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan
⦁ Standar Pembiayaan: standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
⦁ Standar penilaian Pendidikan: standar nasional yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrument penilaian hasil belajara peserta didik.
Setiap komponen standar meliputi beberapa aspek dan setiap aspek meliputi beberapa indikator. Idealnya seti ap indicator dijabarkan menjadi satu butir pernyataan, namun kalau cara ini dilakukan, instrumen akan sangat tebal, terkesan rumit, dan membosankan sekolah/madrasah, sebab instrumen untuk setiap jenjang pendidikan akan mencapai lebih dari 700 butir pernyataan.
Oleh karena itu, acuan butir instrumen adalah aspek dari komponen standar, artinya setiap aspek dijabarkan menjadi satu butir pernyataan, sehingga diperoleh jumlah butir untuk setiap instrument akreditasi tidak terlalu banyak, antara 157 sampai 185 butir pernyataan.
Indikator digunakan sebagai persyaratan pemenuhan standar dan bahan penjelasan dalam petunjuk teknis pengisian instrumen akreditasi. Selanjutnya kriteria butir pernyataan instrumen akreditasi adalah sebagai berikut: Terukur, Jelas (tidak menimbulkan penafsiran ganda), Sesuai aspek masing-masing standar, Masing-masing pernyataan hanya mengukur satu aspek, Masing-masing buti instrumen tidak saling bertentangan dan meniadakan butir yang lain.
Instrumen akreditasi sekolah/madrasah menggunakan instrumen akreditasi tipe peringkat. Seluruh butir pernyataan instrumen akreditasi merupakan pernyataan tertutup dengan lima opsi jawaban A, B, C, D, dan E. Jumlah butir pernyataan instrumen akreditasi pada setiap program atau satuan pendidikan adalah: SD/MI sebanyak 157 butir pernyataan, SMP/MTs sebanyak 169 butir pernyataan, SMA/MA sebanyak 165 butir pernyataan, SMK/MAK sebanyak 185 butir pernyataan, SDLB sebanyak 158 butir pernyataan, SMPLB sebanyak 167 butir pernyataan, dan SMALB sebanyak 166 butir pernyataan.
⦁ Sistem Penilaian ISO dalam Lembaga Pendidikan Islam
ISO atau Internasioanl Organization for Standardization adalah suatu standar internasional untuk menejemen mutu. Sedangkan sertifikat ISO merupakan sebuah pernyataan tertulis diberikan kepada sebuah institusi yang telah menerapkan ISO sebagai standar dalam menyelenggarakan organisasinya setelah melalui proses audit internal dan eksternal.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan salah satu sistem manajemen yang baik adalah sistem manajemen mutu ISO 9001:200. Sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 merupakan salah satu sistem yang digunakan untuk mengelola atau memimpin suatu organisasi/lembaga pendidikan dalam mencapai suatu tujuan atau sasaran mutu organisasi/lembaga pendidikan.
Dalam menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2000 terdapat 8 prinsip dasar manajemen mutu yaitu :
⦁ Fokus pada Pelanggan (siswa, orang tua, pengguna tamatan, pemerintah dll)
⦁ Kepemimpinan / leadership
⦁ Keterlibatan orang-orang
⦁ Pendekatan proses
⦁ Pendekatan sistem → manajemen
⦁ Peningkatan berkesinambungan
⦁ Pembuatan keputusan berdasarkan fakta
⦁ Hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok.
Adapaun model SMM ISO 9001:2000 yang dikembangkan ada 8 klausul induk, yaitu sebagai berikut:
⦁ Ruang lingkup
⦁ Acuan standart
⦁ Istilah dan definisi
⦁ Sistem Manajemen Mutu
⦁ Tanggung Jawab Manajemen
⦁ Manajemen Sumber Daya
⦁ Realisasi Proses Pendidikan
⦁ Pengukuran, Analisa dan Peningkatan
Klausul 1 sampai dengan 3 merupakan klausul yang sifatnya umum yaitu klausul yang menjelaskan ruang lingkup penerapan, acuan standart yang dipilih dan semua istilah dan definisi yang selalu digunakan dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 di suatu organisasi atau lembaga pendidikan.
Klausul 4 meliputi persyaratan umum yaitu: umum, pedoman mutu/manual mutu, pengontrolan dokumen dan pengontrolan record/rekaman. Klasul 5 meliputi : komitmen manajemen, fokus pada pelanggan, kebijakan mutu dan sasaran mutu, perencanaan, tanggung jawab, wewenang dan komunikasi, manajemen representative, komunikasi internal, tinjauan manajemen. Klausul 6 mengatur tentang: pengelolaan sumber daya yang meliputi :penyediaan sumber daya, sumber daya manusia, infrastruktur, lingkungan kerja.
Klausul 7 meliputi: perencanaan realisasi proses pendidikan (renstra, program kerja sekolah , kaldik,jadwal, dll), proses yang terkait dengan pelanggan (psb), desain dan pengembangan (kurikulum dan pengembangannya), pembelian, realisasi proses pendidikan dan penyediaan layanan (kbm dan evaluasinya), pengontrolan terhadap alat monitor dan alat pengukur.
Klausul 8 mengatur tentang: pengawasan dan pengukuran, kepuasan pelanggan (siswa, orang tua, pengguna tamatan, instansi terkait dsb), audit internal (penilaian terhadap semua unit kerja/program studi), pengontrolan produk yang tidak sesuai (siswa tidak naik/lulus, siswa yang tidak mentaati tata tertib dan lain sebagainya), analisa data (keberhasilan/kegagalan, kepuasan pelanggan dsb), peningkatan (di semua bidang)
Di dalam ISO 9001:2000 yang menjadi persyaratan hanyalah pasal 4: Sistem Manajemen Mutu, pasal 5: Tanggungjawab Manajemen, pasal 6: Manajemen Sumber Daya, pasal 7: Realisasi Produk, dan pasal 8: Pengukuran, Analisa dan Perbaikan. Jadi suatu lembaga pendidikan yang ingin menerapkan ISO 9001 atau ingin mendapatkan sertifikasi ISO 9001 cukup dengan menerapkan kelima pasal tersebut.
Jika dikelompokkan secara pendekatan proses maka pasal 5: Tanggungjawab Manajemen dan pasal 6: Manajemen Sumber Daya merupakan bagian dari Proses Perencanaan (plan), pasal 7: Realisasi Produk merupakan bagian dari Proses Melakukan (do), dan pasal 8: Pengukuran, Analisa dan Perbaikan merupakan bagian dari Proses Pemeriksaan (check) dan Proses Tindakan (Act). Integrasi proses-proses Plan-Do-Check-Act (PDCA) tersebut secara sistematik akan menghasilkan suatu pendekatan Sistem Manajemen Mutu (pasal 4) kearah perbaikan kinerja secara berkesinambungan.
Pengertian PDCA secara ringkas adalah Plan: menetapkan sasaran-sasaran dan proses-proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil-hasil yang sesuai dengan persyaratan pelanggan dan kebijakan organisasi. Do: melaksanakan proses-proses. Check: memonitor dan mengukur proses-proses dan produk, kemudian membandingkannya dengan kebijakan-kebijakan, sasaran-sasaran dan persyaratan produk yang telah ditetapkan sebelumnya, melakukan analisa data dan melaporkan hasil-hasilnya. Act: melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja proses secara kontinu.
Dalam Model Proses ISO 9001, manajemen suatu organisasi setelah memahami persyaratan-persyaratan Sistem Manajemen Mutu (pasal 4), kemudian menetapkan komitmennya untuk melaksanakan sistem manajemen mutu, menetapkan kebijakan mutu dan sasaran mutu, melakukan penetapan dan pendelegasian tugas dan wewenang, menunjuk wakil manajemen yang bertugas mengawasi pelaksanaan sistem manajemen mutu dan melakukan tinjauan manajemen (pasal 5). Tanggungjawab manajemen tersebut merupakan Proses Perencanaan (plan), dan organisasi harus memenuhi proses ini terlebih dahulu dalam memulai suatu sistem manajemen mutu, barulah kemudian menetapkan dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan untuk kelengkapan proses ini.
Yang dimaksud manajemen disini adalah manajemen puncak suatu organisasi/perusahaan seperti; Presiden Direktur, Direktur, General Manager, atau fungsi yang mengatur jalannya organisasi secara integral. Proses berikutnya yang juga merupakan Proses Perencanaan (plan) adalah Pengelolaan Sumber Daya (pasal 6), dimana organisasi menetapkan sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan sistem manajemen mutu dan memenuhi persyaratan pelanggan. Sumber daya tersebut berupa sumber daya manusia (karyawan), infrastruktur (bangunan, peralatan proses, alat transportasi, komunikasi, dll), dan lingkungan kerja.
Pada tahap selanjutnya organisasi harus melaksanakan (do) perencanaan-perencanaan yang telah ditetapkan dalam proses Realisasi Produk (pasal 7). Pada proses ini organisasi menetapkan semua kebutuhan untuk membuat proses, melakukan kegiatan verifikasi, validasi, monitor, inspeksi, pengujian yang dibutuhkan untuk kriteria keberterimaan produk, komunikasi dengan pelanggan, kegiatan desain dan pengembangan, pembelian, kegiatan pengendalian perlengkapan produksi dan pelayanan, pengendalian alat ukur, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, semua kegiatan operasional suatu perusahaan merupakan bagian dari proses Realisasi Produk dalam ISO 9001:2000. Pada tahapan ini Persyaratan Pelanggan merupakan input bagi proses sedangkan outputnya adalah Kepuasan Pelanggan.
Setelah proses implementasi (do) dijalankan, maka proses berikutnya adalah pemeriksaan (check) hasil-hasil yang diperoleh dan penetapan tindakan (act) yang diperlukan untuk perbaikan (pasal 8). Pada proses ini organisasi memonitor dan mengukur kepuasan pelanggan, melakukan audit mutu internal (internal quality audit), memonitor dan mengukur proses-proses dan produk, melakukan pengendalian terhadap ketidaksesuaian (non conformity) yang terjadi, menganalisa semua data yang diperoleh termasuk kecenderungan proses-proses, kemudian melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Hasil dari proses ini kemudian digunakan sebagai input bagi proses perencanaan selanjutnya.
Keempat proses diatas, Plan-Do-Check-Act (PDCA) merupakan satu siklus yang tidak terputus dan saling berinteraksi satu sama lain. Siklus PDCA sudah seharusnya digunakan untuk meningkatkan sistem manajemen mutu (kinerja organisasi) secara kontinu.
BAB III
PENUTUP
⦁ Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah diatas yaitu:
⦁ Akreditasi merupakan sistem penilaian yang digunakan untuk menentukan kelayakan dari suatu lembaga. Akreditasi lembaga pendidikan mengacu pada delapan komponen yaitu standar isi, standar proses, stadar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian.
⦁ ISO merupakan standarisasi manajemen mutu untuk lembaga pendidikan yang terdiri dari 8 prinsip dasar manajemen mutu yaitu: fokus pada pelanggan (siswa, orang tua, pengguna tamatan, pemerintah dll), kepemimpinan/leadership, keterlibatan orang-orang, pendekatan proses, pendekatan sistem → manajemen, peningkatan berkesinambungan, pembuatan keputusan berdasarkan fakta, dan hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok.
⦁ Saran
Dalam penulisan selanjutnya semoga bisa lebih baik lagi. Dan dijelaskan dengan lebih rinci serta dengan referensi yang lebih lengkap. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi siapa saja yang membaca.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009)
Keputusan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, No. 087/U/2002, pasal 2.
Tim penyusun. Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah Tahun 2016. (Jakarta: BAN-SM, 2016).
Langganan:
Komentar (Atom)



