A.
Latar Belakang
Kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang
semula digunakan dalam bidang olahraga yaitu currere yang berarti jarak tempuh
lari, yakni jarak yang ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start sampai
finish.[1]
Dalam bahasa arab, kurikulum diartikan dengan manhaj yakni jalan yang terang,
atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang keagamaan.
Dalam konteks pendidikan, kurikulum
berarti jalan terang yang dilalui pendidik dengan peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap nilai-nilai. Definisi
kurikulum dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 dikembangkan ke arah seperangkat
rencana dan perarturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Interaksi antara pendidik dan peserta
didik di arena sekolah secara beren cana dan sadar. Dalam lingkungan sekolah
telah ada kurikulum formal yang bersifat tertulis. Guru-guru melaksanakan tugas
mendidik secara formal, karena itu pendidikan yang berlangsung disekolah sering
disebut pendidikan formal.[2]
Pendidikan formal yakni pendidikan yang
memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun
secara sistematis, jelas dan rinci. Pendidikan dilaksanakan secara formal,
terencana dan ada yang mengawasi serta menilai. Pendidikan diberikan oleh
pendidik atau guru yang memiliki ilmu dan keterampilan khusus dalam bidang
pendidikan. Interaksi pendidikan berlangsung dalam lingkungan tertentu dengan
fasilitas dan alat serta aturan-aturan permainan tertentu pula.
Kurikulum merupakan syarat mutlak bagi
pendidikan di sekolah. Bahwa kurikulum merupakan bagaian yang tak terpisahkan
dari pendidikan atau pengajaran. Dilihat dalam komponen-komponen utama
pendidikan, kurikulum merupakan pedoman interaksi pendidikan antara pendidik
dan peserta didik berlangsung. Interaksi ini tidak berlangsung dalam ruang
hampa, tetapi selalu terjadi dalam lingkungan tertentu yang mencakup antara
lain lingkungan fisik, alam, sosial budaya, ekonomi, politik dan religi.
Teori kurikulum yaitu sebagai suatu
perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna
tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum,
karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Sejalan dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perubahan yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa merupakan hal-hal yang harus segera ditanggapi dan
dipertimbangkan dalam pengambangan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan. Pengembangan kurikulum yang dialukan harus
mengantisipasi segala persoalan yang dihadapi masa sekarang dan masa yang akan
datang.
B. Konsep Kurikulum
Terdapat tiga konsep tentang kurikulum yaitu kurikulum sebagai substasi,
sebagai sistem dan sebagai bidang studi. Konsep pertama, kurikulum sebagai
substansi, suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar
bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin
dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi
rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal dan
evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis
sebagai hasil pesertujuan bersama antara para penyususn kurikulum dan pemegang
kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Kurikulum dapat mencakup lingkup
tertentu, suatu sekolah, kabupaten, propinsi ataupun seluruh negara.
Konsep kedua, kurikulum sebagai suatu sistem merupakan bagian dari sistem
persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem
kurikulum mencakup struktur personalia dan prosedur kerja bagaimana cara
menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi dan menyempurnakannya.
Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan
fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap
dinamis.
Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu sebagai suatu
kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum
sebagai suatu bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan
sistem kurikulum. Orang yang mendalami bidang kurikulum mempelajari
konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai
kegiatan penelitian dan percobaan, menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya
dan memperkuat bidang studi kurikulum.[3]
Para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
1.
Mengembangkan
definisi-definisi diskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis.
2.
Mengadakan
klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan
baru.
3.
Melakukan
penelitian inferensial dan prediktif.
4.
Mengembangkan
sub-sub teori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model
kurikulum.
Dalam undang-undang dinyatakan bahwa kurikulum disusun untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta
didikdan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis
dsn jenjang masing-masing suatu pendidikan. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam penyusunan suatu kurikulum, ialah:[4]
1. Tujuan pendidikan nasional perlu
dijabarkan menjadi tujuan–tujuan institusional, selanjutnya dirinci menjadi
tujuan kurikuler yang pada gilirannya dirumuskan menjadi tujuan-tujuan
instruksional (umum dan khusus) yang mendasi perencanaan pembelajaran.
2. Tahap perkembangan peserta didik merupakan
landasan psikologis yang mencakup psikologi perkembangan dan psikologi belajar
yang mengacu pada proses pembelajaran.
3. kesesuaian dengan lingkungan menunjuk pada
landasan sosiologis atau lingkungan sosial masyarakat dibarengi oleh landasan
bioekologis dan kultur ekologis.
4. Kebutuhan pembangunan nasional yang
mencakup pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan semua sektor ekonomi.
5. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologis serta kesesuaian merupakan landasan budaya bangsa dengan multi
dimensionalnya.
6. Jenis dan jenjang suatu pendidikan
merupakan landasar organisatoris dibidang pendidikan. Jenis pendiddikan adalah
pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususuan tujuannya.
C. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai suatu sistem keseluruhan memiliki komponen-komponen yang
berkaitan satu dengan yang lainnya, yakni tujuan, materi, metode, organisasi
dan evaluasi. Komponen-komponen tersebut baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersama-sama menjadi dasar utama dalam upaya mengambangkan sistem
pembelajaran.
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara
sistematis, mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan siswa. Ada
tiga jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat penting yakni peranan
konservatif, peranan kritis dan evaluatif dan peranan kreatif. Disamping
memiliki peranan, kurikulum juga memiliki fungsi. Fungsi kurikulum yaitu
penyesuaian, pengintegrasian, peferensiasi, persiapan, pemilihan dan
diagnostik.
Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan sebagai satu disiplin ilmu
perlu bahkan seharusnya mendapat perhatian secara khusus dan menempati
kedudukan dan fungsi sentral dalam sistem pendidikan, berdasarkan
pertimbangan-pertimbngan secara mutidimensional, sebagai berikut:[5]
1. Kebijakan Nasionan dalam rangka
pembangunan nasional sebagai upaya meralisasi butir-butir ketetapan dalam GBHN,
khususnya yang berkenaan dengan sistem pendidikan nasional.
2. Kebijakan-kebijakan dalam bidang
pendidikan dalam rangka merealisasikan undang-undang No. 2 tahun 1989 yang menyebutkan
bahwa kurikulum menempati kedudukan sentral.
3. pengembangan dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi yang sinkron dengan kebutuhan pembangunan dan memenugi keperluan
sistem pendidikan dalam upaya memanfaatkan, mengambangkan dan menciptakan IPTEK.
4. Kebutuhan, tuntutan, aspirasi dan masalah
dalam sistem masyarakat yang bersifat dinamis, dan berubah dengan cepat dewasa
ini dan masa datang.
5. Profesionalisasi dan fungsionalisasi
ketenagaan bidang pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan yang berkualitas
dan mampu bekerjasama dengan unsur-unsur ketenagaan profesi lainnya.
6. Upaya pembinaan disiplin ilmu pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan yang berkaitan dengan upaya pembinaan
disiplin ilmu lainnya, serta pembinaan ilmu pendidikan khususnya.
D. Sumber-sumber Kurikulum
Menurut Herrick ada tiga macam sumber kurikulum yaitu pengetahuan,
masyarakat serta idividu yang dididik.[6]
Pertama, pengetahuan merupakan bahan yang akan disampaikan kepada anak.
Pengetahuan ini berasal dari berbagai bidang studi. Hal itu menimbulkan
kesulitan dalam penyususnan kurikulum, dalam memilih pengetahuan mana dan
bidang studi mana yang akan diajarkan. Sehingga dalam pemilihan pengetahuan
tersebut dibutuhkan kerjasama antara pendidik, para sarjanan bidang studi dan tokoh
masyarakat serta para orang tua.
Kedua, masyarakat sebagai sumber kurikulum. Sekolah merupakan agen
masyarakat dalam meneruskan warisan-warisan budaya serta memecahkan
masalah-masalah masyarakat. Sebab persoalan yang dihadapi dalam menyusun
kurikulum adalah dalam menentukan nilai-nilai mana yang perlu dipilih dan
dikembangakan bagi masyarakat yang akan datang.
Ketiga, individu yang dididik sebagai sumber kurikulum. Kurikulum disusun dengan
maksud membantu perkembangan anak seoptimal mungkin. Setiap individu anak
mempunyai kemampuan, sifat-sifat serta kebutuhan yang berbeda, oleh karena itu
kurikulum harus disusun agar sesuai atau dapat melayani kemampuan, sifat dan
kebutuhan. Beberapa kemampuan yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan kurikulum adalah kecerdasan, bakat dan kecakapan,
kebutuhan emosional dan sosial.
E. Kondisi Pengembangan Kurikulum Dilakukan
Kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada berbagai kondisi
atau setting, mulai dari tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional. Kondisi-kondisinya
yaitu:
- Pengembangan kurikulum oleh guru kelas
- Pengembangan kurikulum oleh sekelompok guru dalam suatu sekolah
- Pengembangan kurikulum melalui pusat guru
- Pengembangan kurikulum pada tingkat daerah
- Pengembangan kurikulum dalam/melalui proyek nasional
F. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip umum dalam pengembangan kurikulum.[7]
Pertama, prinsip relevansi. Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki
kurikulum yaitu relevan keluar dan relevan di dalam kurikulum itu sendiri.
Relevan ke luar maksudnya tujuan, isi dan proses belajar yang tercakup dalam
kurikulum hendaknya rekevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembagan
masyarakat. Kurikulum relevan di dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistenais
antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses
penyampaian dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan keterpaduan
kurikulum
Prinsip kedua yakni flesibilitas, kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur
dan fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang
akan datang, disini dan di tempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang
dan kemampuan yang berbeda. Kurikulum yang baik itu berisi hal-hal solid namun
ada penyesuaian berdasarkan daerah, waktu maupun kemampuan dan latar belakang
anak.
Prinsip ketiga adalah kontinuitas yakni berkesinambungan. Perkembangan dan
proses belakar anak berlangsung secara berkesinambungan. Sehingga harus
menyediakan kurikulum yang hendaknya juga berkesinambungan antara stu tungkat
kelas dengan kelas yang lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang
lainnya. Oleh sebab itu, perlu adanya kerja sama dalam pengembangan kurikulum
antara para pengembang kurikulum sekolah dasar dengan SMP, SMA serta Perguruan
Tinggi.
Prinsip keempat yaitu praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat
sederhana dan biaya yang juga murah. Prinsip ini disebut juga prinsip
efisiensi. Betapa bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut
keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan mahal pula biayanya,
maka kurikulum tersebut tidak praktisdan sukar dilaksanakan. Prinsip kelima
yakni efektifitas, meskipun kurikulum tersebut harus murah dan sederhana tetapi
keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Keberhasilan secara kuantitas maupun
kualitas.
Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan kurikulum.
Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, berkenaan dengan pemilihan isi
pendidikan, berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, berkenaan
dengan pemilihan media dan alat pembelajaran seta berkenaan dengan pemilihan
kegiatan penilaian.
G. Model-model Pengembangan Kurikulum
Sekurang-kurangnya ada delapan model pengembangan kurikulum:[8]
- The administrative model: model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administrative karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum ini disebut juga model “top down” atau “line staff”.
- The grass roots model: lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum bukan berasal dari atas tai dari bawah yaitu guru-guru atau sekolah. Model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi.
- Beauchamp’s system: dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Lima hal dalam pengembangan kurikulum yaitu menetapkan arena atau lingkup wilayah, menetapkan personalia (para ahli kurikulum, para ahli pendidikan, para profesional dalam sistem pendidikan, dan tokoh masyarakat), organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum, dan implementasi kurikulum.
- The demonstration model: pada dasarnya bersifat grass roots. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum.
- Taba’s inverted model: ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini yaitu mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru, menguji unit eksperimen, mengadakan revisi dan konsolidasi, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum, inplementasi dan diseminasi.
- Roger’s interpersonal relations model: empat langkah pengembangan kurikulum yaitu pemilihan target dari sistem pendidikan, partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang itensif, pengembangan pengalaman kelompok yang itensif untuk satu kelas atau unit pelajaran, partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.
- The systematic action-research model: model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok sari sekolah dan masyarakat.
[1]
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Press. 2012). 1.
[2] Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005). 2.
[3] Ibid. 27.
[4] Oemar
Hamalik. Manajemen Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006). 92.
[5] Ibid. 97-98.
[6] Ibid. 99.
[7] Nana
Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005).
150-151.
[8] Ibid.
161-170.



0 komentar:
Posting Komentar