Minggu, 18 Februari 2018

My Husband is My Teacher and CEO part 3





Ketiga anaknya telah berlalu meninggalkan mereka, namun kedua orang tua ini masih tetap bermanja ria. Anggara yang kembali memeluk istrinya ketika Michelle kembali berkutat dengan masakannya. Lima menit Michelle mencoba mendiamkan aksi suaminya yang masih setia menghirup aroma tubuhnya.
“Mas, lepaskan pelukanmu. Aku gak mau anak-anak kembali melihat kita seperti ini.”
“Gak apa-apa.” Jawab Anggara sambil memejamkan matanya menikmati aroma tubuh istrinya. Michelle diam membiarkan suaminya, toh pasti suaminya itu akan menyudahi aksinya bila anak-anak mereka telah selesai berganti pakaian. Hingga terdengar langkah kaki yang mulai mendekati mereka. Anggara langsung buru-buru melepaskan pelukannya dan terlihat gugup.
“Tuan kenapa gugup seperti itu?” tegur bi Surti yang baru kembali dari mengambil jemuran. Ternyata langkah kaki itu bukan dari ketika anaknya, melainkan dari pembantunya. Michelle menahan tawanya melihat suaminya yang kepergok bemesraan.
“Kenapa senyum-senyum?” tanya Anggara gemas melihat istrinya menertawainya. Michelle semakin mengeraskan tawanya melihat suaminya yang geram terhadapnya.
30 menit berlalu ketiga bersudara itu tengah sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Keysha sibuk dengan adonan kue keringnya. Sedangkan kedua kakanya sibuk membereskan ruang keluarga dan membersihkan halaman belakang rumahnya. Meski ketiganya merupakan anak keluarga yang berada, namun tak ada kata malas jika mereka sudah berkutat dengan kesibukan mereka. Jijik dengan hal-hal kotor itu hanya bualan semata, dan pada kenyataannya sekarang mereka sudah bermanja ria dengan keringat yang membasahi tubuhnya.
“Kak, lo belum pernah ketemu sama sahabat ayah?” tanya Kendy di sela-sela membersihkan halaman belakang dengan Kyan. Kyan menggelengkan kepalanya tanda memang tidak tau tentang sahabat ayahnya yang akan berkunjung kerumahnya. “Kirain lo tau kak.” Lagi-lagi Kyan menggelengkan kepalanya.
Di dapur Keysha sudah berhasil membuat 1 toples penuh dengan kue kering, dan tinggal 2 toples lagi yang masih belum terisi. “Bunda, sahabat papa nanti itu yang kesini berapa orang?” tanya Keysha kepada bundanya.
“4 orang sayang, om Syarief, tante Prilly sama kedua anaknya, laki-laki dan perempuan.” Michelle menjelaskan kepada Keysha.
“Anak om Syarief sama tante Prilly itu seumuran gak bun sama aku atau seumuran sama kakak?”
“Anak om Syarief sama tante Prilly gak ada yang seumuran sama kamu sayang, anak mereka seumuran dengan kakak kamu Kyan.”
“Yah, jadi udah tua doang ma?” kecewa yang ditunjukkan Keysha. “Awwsss…..” hingga Keysha meringis kesakitan akibat pukulan sendok yang diberikan oleh Kyan kepadanya. Setelah membersihkan halaman belakang, Kyan dan Kendy memang langsung menuju ke daerah kekuasaan Bunda dan adik mereka. Bahkan Kyan datang ketika Keysha mengobrol dengan bundanya.
“Sakit kak Kyan… kenapa kakak mukul kepalaku? Untung aja gak bocor.” Protes Keysha terhadap Kyan yang dengan seenaknya memukul kepalanya.
“Tuh mulut dijaga dek, ngatain orang tua lagi.” Jawab Kyan. Kendy lebih memilih duduk di pantry sambil meminum air dan menyaksikan berdebatan antara Keysha dan Kyan.
“Aku gak ngatain kakak kog, aku kand cuma bilang kenyataan kalo anak dari om Syarief dan tante Prilly yang seumuran kakak itu tua. Wlekkkk….” Ledek Keysha.
“Brarti kamu ngatain kakak juga dek, kalo mreka seumuran sama kakak yah pasti usianya sama kayak kakak dek… ngerti gak sih kamu.” Geram Kyan terhadap adik perempuannya ini. Michelle hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua anaknya yang sedang berdebat.
Dilain tempat. Syarief dan Prilly sibuk untuk berangkat ke bandara. Sebab pesawat akan take off pukul 16.00 WIB. Mereka berangkat berdua dari Bandung menuju ke Surabaya. Kedua anaknya selama 1 bulan terakhir ini tidak tinggal bersama mereka. Bagas memang sekarang sudah berada di Surabaya, sedangkan Berliana tengah menempuh pendidikan spesialis jantungnya di Jerman. Sehingga ia sekarang berada di Jerman dan selama tiga hari kedepan ia mendapatkan ijin untuk pulang ke Indonesia. Dan itu dimanfaatkan untuk mengikuti ajakan orang tuanya berkunjung ke rumah sahabat mereka.
Berliana dan Bagas merupakan saudara kembar tak identik. Setelah Bagas dilahirkan, selang beberapa menit Berliana lahir. Berliana lebih memilih dunia kedokteran daripada bisnis seperti papanya, dan Bagas lebih nyaman menjadi seorang guru. Namun tak menolak jika ia sudah diberikan tanggung jawab untuk mengelola perusahaan.
To: My Son
Papa bentar lagi sampai di Surabaya. Jadi papa harap kamu sudah ada di rumahmu sebelum kami sampai.

Bagas Pov.
Aku tengah memeriksan hasil ulangan matematika. Aku sungguh tak percaya bahwa kelas XI IPA 2 nilai yang didapatkan sungguh memuaskan, dan semuanya diatas nilai rata-rata. Terutama ketiga sahabat ini yang memiliki nilai tertinggi. Aku masih mengamati hasil ulangan Keysha, Keysha mengerjakan ulangan yang aku berikan dengan waktu yang terbilang singkat. Cara yang digunakannya pun berbeda dengan yang pernah diajarkan oleh guru sebelumnya. Bahkan ia bisa mengetahui cara cepat dari soal-soal yang telah aku berikan. Hingga lamunanku buyar akibat bunyi notifikasi pesan masuk.
Aku segera meraih ponselku dan mulai mengayunkan jari-jariku untuk membuka aplikasi whatsapp. “My Dad” nama itu yang tertera di pesan yang baru saja kuterima.
Papa bentar lagi sampai di Surabaya. Jadi papa harap kamu sudah ada di rumahmu sebelum kami sampai.
“Papa ke Surabaya? Ngapain mereka kesini, kog gak bilang-bilang dulu.” Aku mulai bertanya-tanya mengapa kedua orang tuaku datang ke Surabaya tanpa memberitahuku terlebih dahulu. Aku langsung mengirimkan pesan balasan kepada papa.
Iya pa, ini Bagas masih di sekolah dan bentar lagi akan pulang. Papa ke Surabaya ngapain? Kog gak bilang-bilang sama Bagas? (send)
Setelah mengirimkan balasan kepada papaku tercinta. Aku mulai membereskan kertas-kertas yang berserakan di meja kerjaku. Lalu aku keluar meninggalkan sekolah dan menuju rumahku.
Yah,, papa membelikanku sebuah rumah untuk aku tempati di kota ini. Sebenarnya tinggal di sebuah apartement pun bisa. Tapi, perintah papa tak bisa aku langgar.
Gue udah di rumah lo.
Aku menajamkan penglihatanku di ponsel yang kini aku genggam. Kakakku telah berada di rumahku. Dan aku semakin tak mengerti apa yang tentang terjadi. Dua kejutan datang menghampiriku. Baru beberapa menit yang lalu bahwa kedua orang tuaki datang ke Surabaya. Dan sekarang kakak perempuanku juga sudah di Surabaya.
To: My Sister
Otw.
Hanya satu kata itu yang aku kirimkan sebagai pesan balasan untuk kakakku. Dan aku semakin menambah kecepatan laju mobilku agar segera sampai di rumah.
Bagas end pov.

Bagas memakirkan mobilnya di garasi dan segera beranjak menuju dimana kakaknya berada. Sambil mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal ia menghampiri Berlianan yang tengah duduk di kursi santai yang disediakan di teras rumahnya.
"Kakak hhh... Ka..pan sampai?" tanya Bagas dengan sesekali mengatur nafasnya.
"10 menit yang lalu, lumayan nunggu kamu sampai di rumah."
"Kalian kog pada ke Surabaya sih, papa sama mama juga lagi otw kesini."
"Udah buka dulu pintunya nanti biar papa sama mama aja yang jelasin. Gue mau tidur bentar. Kamar gue yang mana?" tanya Berliana sambil memasuki istana milik adiknya. Bagas menunjukkan letak kamar milik kakaknya.
"Sebenarnya ini ada apa sih? Kenapa aku jadi bingung?" benak Bagas berbicara. Bagas menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan mulai menuju kamarnya untuk membersihkan dirinya.
Suara adzan maghrib berkumandang dengan merdunya memanggil umat untuk melaksanakan kewajibannya. Keysha menyudahi aksinya di dapur dan segera menuju ke kamarnya untuk melaksanakn sholat maghrib. Namun sebelum ia menginjakkan kakiknya ke anak tangga suara ayahnya menghentikan langkahnya. “Kita sholat berjamaah yah, jadi kalian ambil air wudhu dan alat sholat, kemudian menuju ke mushola.” Perintah Anggara kepada seluruh anggota keluarganya. Ketiga remaja itu mengangguk patuh dengan perintah ayahnya.
Lima menit masing-masing dari mereka telah mendapatkan wudhu dan alat sholatnya, kemudian segera menuju ke mushola sesuai perintah Anggara. Anggara mengambil alih untuk menjadi imam, sedangkan Kyan mengumandangkan iqomah. Mereka melakukan sholat dengan khusyuk dan setelah salam, Kyan yang diikuti oleh kedua adiknya mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Anggara dan Michelle tersenyum bangga melihat tingkah ketiga bersaudara ini.
Terima kasih ya Allah, engkau memberikan putra dan putri yang luar biasa kepadaku.” Suara lirih Michelle dalam doanya. Berbeda dengan Anggara, “Alhamdulillah, Engkau telah memberikan kebahagiaan dan kesempatan bagiku untuk merawat dan membesarkan ketiga buah hatiku. Dan Engkau juga telah mengirimkan bidadari surgaku untuk menemaniku merawat ketiga anak kami. Aku mohon ya Allah, berikanlah yang terbaik bagi keluarga hamba, dan selalu limpahkanlah kebagaiaan kepada kami.”
“Aku mencintai keluargaku ya Allah, selalu jaga pelindung-pelindungku.” Doa Keysha seusai sholatnya.
Satu yang aku pinta ya Allah, tetapkanlah kebahagian ini kepada orang-orang yang hamba sayang.” Ucap lirih Kyan. Dan Kendy berdoa, “Aku bahagia ya Allah, akhirnya aku bisa berkumpul kembali dengan keluargaku. Aku memohon kepadaMu selalu sayangilah kami.” Mereka berlima sama-sama menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya seraya berkata “Aminn….”
“Ayah bunda, Keysha rindu suasana seperti ini.” Ucap Keysha setelah berdoa kepada Allah. Keempat orang yang lainnya memusatkan pandangannya kepada Keysha. “Kita semakin disibukkan dengan urusan masing-masing, Ayah yang pulang kerja lebih dari maghrib. Bahkan Aku atapun kak Kyan serta kak Kendy juga disibukkan dengan urusan masing-masing. Aku ingin kita setiap maghrib bisa sholat berjamaah.”
“Bunda, juga ingin kita selalu berjamaah seperti ini.” Michelle menambahi perkataan putrinya, karena ia juga merasakan hal yang sama.
“Jadi, di hari berikutnya ayah akan pulang lebih awal agar kita bisa selalu sholat berjamaah bersama.” Jawab Anggara yang langsung diangguki oleh istri dan ketiga anaknya. Anggara merentangkan tangannya menyambut pelukan hangat dari keluarga tercinta. Michelle langsung menubruk dada bidang suaminya, dan diikuti oleh ketiga putra dan putri mereka.
Bi Surti yang sedang melewati mushola tak sengaja melihat kehangatan keluarga majikannya. Hingga tanpa sadar air mata terharu membasahi pipinya. “Bibi ikut senang melihat kebahagiaan keluarga ini, semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untu Tuan, Nyonya, den Kyan, den Kendy dan non Keysha.”
“Udah ah, istri dan anak-anak ayah gak boleh nangis lagi. Lebih baik kalian bersaip-siap jam 8 nanti keluarga sahabat ayah akan sampai disini. Karena tadi Syarief bilang bahwa ia baru sampai di Surabaya dan sekarang sedang menuju ke rumah putranya.” Kata Anggara.
“Sahabat ayah kand punya rumah disini? Kenapa harus nginap di rumah kita yah?” tanya Keysha.
“Mereka memang memiliki rumah disini, namun itu rumah milik putranya. Dan berhubung kami juga sudah sangat jarang bertemu, maka ayah menawarkan kepada om Syarief dan keluarganya agar tinggal di rumah ini untuk beberapa hari. Jadi rumah milik anaknya akan dikosongkan sementara. Dan ayah harap kalian bisa bersahabat dengan anak sahabat ayah. Mengerti.” Jawab Anggara. Keysha dan kedua kakaknya mengangguk paham.
“Kalau gitu kita pamit ke kamar dulu yah bun.” Ucap Kendy yang beranjak dari duduknya dan diikuti kedua saudaranya.
Dirumah Bagas.
Ting Nong
Ting Nong
Ting Nong, suara bel rumah Bagas berbunyi berkali-kali menandakan ada sesorang yang mengunjungi rumahnya. Dengan berlari kecil Bagas membukakan pintu utama rumahnya, dan betapa kagetnya ketika ia melihat sepasang suami istri yang mendatangi rumahnya.
“Papa, Mama,-“ Bagas langsung mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Disisi lain, Berlianan yang mendengar pekikan Bagas yang memanggil tamu mereka dengan sebutan papa dan mama langsung berlari menuju sumber suara.
“Papa, Mama,-“ pekik Berliana dan langsung memeluk kedua orang tuanya.
“Kamu ternyata sudah disini sayang.” Ucap Prilly sambil menciumi seluruh permukaan wajah putrinya.
“Kapan kamu sampai nak?” tanya Ali dengan tangan yang mengelus rambut milik putrinya.
“Sebelum maghrib pa, ma….. oh ya yukk masuk dulu.” Ajak Berliana sambil menarik kedua orang tuanya untuk memasuki istana milik adiknya. Bagas yang merasa dicuekin oleh ketiga orang itu hanya bisa menghela nafas kasar.
“Gue yang punya rumah, kog gue yang dicuekin. Ada apa sih ini sebanarnya?” tanya lirih Bagas kepada dirinya sendiri. Bagas menutup pintu utama rumahnya dan langsung menyusul kedua orang tuanya serta kakaknya yang sedang duduk di ruang tamu. “Papa sama Mama ada apa kog ke Surabaya gak ngasih kabar dulu?”
“Kamu gak suka kalo papa datang kesini? Apa jangan-jangan kamu menyembunyikan sesuatu dari kami?” selidik Ali kepada putra semata wayangnya.
“Bagas gak nyembunyiin apa-apa kog pa, papa jangan suudzon dulu sama anak sendiri.” Jawab Bagas.
“Papa dan mama datang ke Surabaya dan meminta kakakmu untuk ikut juga karena kami akan mengunjungi rumah milik teman papa. Dan papa harap kamu juga ikut Bagas. Serta rumah ini akan dikosongkan selama 3 hari, sebab kita akan menginap di rumah teman papa.”
“Kenapa kita harus menginap disana pa? tidur dirumah ini kan juga cukup untuk kita semua?” tanya Bagas.
“Itu karena teman papa menawarkan kita semua menginap di rumahnya, lagi pula papa juga sudah lama tidak bertemu dengannya. Kalian nanti juga akan bisa berteman dengan anak teman papa.” Jelas Ali kepada kedua anaknya.
“Kita mau kesana jam berapa Al?” tanya Prilly yang duduk diantara kedua anaknya.
“Jam 8 malam, jadi sekarang siapkan baju-baju kamu Bagas untuk menginap di rumah teman papa. Dan bawa juga peralatan untuk mengajarmu.” Perintah Ali untuk Bagas. Bagas mengangguk setuju dan berjalan menuju kamarnya untuk mempersiapkan pakaian dan barangnya yang akan dibawa ke rumah milik teman papanya.
Jarum jam menunjukkan pukul setengah 8 tepat. Keluarga Ali sudah bersiap-siap menuju rumah Anggara. “Pa, Bagas telat kesananya ya? Soalnya mau beli sesuatu untuk ngajar besok. Jadi kalian berangkat saja dulu, nanti Bagas menyusul.” Ucap Bagas ketika keluarga itu keluar dari rumah milik Bagas.
“Memangnya kamu tau sayang dimana rumah teman papa?” tanya Prilly yang sudah ingin masuk kedalam mobil milik Ali. Ali memberikan sebuah mobil untuk Bagas, namun Bagas juga membeli mobil sendiri. Jadi mobil milik Ali hanya digunakan Bagas secara bergantian dengan mobil miliknya sendiri.
“Papa akan pesankan alamat teman papa di ponsel kamu nanti, dan hati-hati segera menuju ke rumah teman papa. Oh ya, sekalian belikan boneka bear karena tadi papa gak sempat untuk membelikannya. Bonakanya bungkus yang rapi itu untuk hadiah anak teman papa.” Pesan Ali yang sudah duduk manis di kemudi mobilnya.
“Iya pa, siap.” Jawab Bagas yang mulai melajukan mobil miliknya.
Perjalanan dari rumah milik Bagas ke rumah Anggara membutuhkan waktu 30 menit. Di dalam mobil Ali. Berliana duduk di jok mobil belakang. Ia memainkan ponselnya untuk beselayar mencari informasi tentang dunia kedokterannya. Hingga suara Prilly membuyarkan fokusnya, “Gimana perjalanan kamu sayang, susah gak nyari alamat rumah adik kamu?”
“Gak kog ma, tapi pas aku nyampe di rumahnya. Bagas posisinya masih di jalan dari sekolah tempat mengajarnya.” Jawab Berliana. “Oh ya pa, anak teman papa itu berapa?” tanya Berliana karena ia ingin tau seperti apa anak dari teman orang tuanya.
“Anak om Anggara itu 3 sayang, dua laki-laki dan satu perempuan. Anak yang pertama seumuran dengan kamu kog.” Jawab Ali yang terfokus melihat jalanan dan sesekali melihat kaca belakang untuk melihat putri kesayangannya.
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya keluarga Ali sampai di rumah milik Anggara. Ali memasukkan mobilnya di garasi milik Anggara, sedangkan Pilly dan Berliana mengeluarkan barang-barang bawaannya.

Keysha Pov.
Brmmm… Brmmmm… Brmmmm….
Suara mobil memasuki halaman rumahku. Aku melihat ada tiga orang yang keluar dari mobil itu dua orang yang seumuran dengan Ayah dan satu gadis perempuan yang seumuran dengan kak Kyan. Apa itu anak yang dimaksud bunda. Aku segera merapikan pakaian yang aku pakai, dan menyambar ponselku sebelum aku keluar dari kamar. Samar-samar aku dengar bel rumahku berbunyi tanda bahwa ada seseorang yang bertamu. Aku melihat bi Surti yang buru-buru membukakan pintu utama rumahku.
Aku menuruni anak tangga secara perlahan. Hingga rangkulan dua tangan dipundakku mengagetkanku. Kak Kyan dan kak Kendy berjalanan beriringan menuju ruang tamu dimana tamu dari keluargaku tengah duduk disana. Kudengar secara perlahan perbincangan antara keempat sahabat itu, dan gadis cantik itu duduk dengan manisnya sambil mendengarkan obrolan yang diperbincangkan kedua orangtuanya dengan sahabat mereka.
“Nah itu anak kami Pril,” kudengar suara bunda ketika kami telah menginjakkan kaki setelah anak tangga terakhir. Kami bertiga menuju bunda yang memanggil kami. Aku melemparkan senyum begitu pula dengan kedua kakakku.
“Ali kenalkan ini Kyan anak tertuaku, dan ini Kendy putra keduaku, serta yang cantik ini Keysha putrid bungsuku.” Jelas Ayah kepada temannya yang kutau bernama om Ali itu. Om Ali menyambut kami, dan aku beserta kakak-kakakku langsung meraih tangannya untuk mencium punggung tangan om Ali. Om Ali tersenyum melihat tingkah kami. Dan tidak berhenti di om Ali, aku langsung menuju tante yang seumuran dengan bunda. Kucium punggung tangannya seperti yang kulakukan terhadap om Ali.
“Oh ya Anggara kenalkan juga ini anakku namanya Berliana, untuk Bagas ia masih sibuk membeli barang untuk keperluannya besok.” Om Ali memperkenalkan putrinya. Tunggu, Bagas? Nama itu mengapa aku tak asing dengan nama Bagas itu?
“Haduh ini mana nih yang cocok buat anak teman papa.” Bagas frustasi memilih boneka bear pesanan papanya. Ia berkali-kali mengucap wajahnya kasar, sebab ia tak tau mana yang cocok untuk anak teman papanya itu. Beberapa macam boneka bear ada dihadapannya, mulai dari yang kecil hingga yang besar, dari yang cocok untuk anak-anak hingga untuk remaja. Pasalnya Bagas tak mengetahui seusia berapa anak teman papanya. Jika ia mengirimkan pesan ke papanya itu akan semakin terlambat ia sampai ke tempat tujuannya.
“Pak Bagas…..” teriakan memanggil nama Bagas datang dari dua gadis yang berjalan menghampirinya. Mereka adalah Tika dan Dea, masih ingatkan kalau mereka adalah sahabat dari Keysha.
“Kalian… Tika sama Dea kand?” tanya Bagas yang mencoba mengingat-ingat nama dari dua gadis yang memanggilnya. Tika dan Dea mengangguk bahwa Bagas tak salah dalam menebak.
“Bapak kenapa? Kog sepertinya sedang kebingungan?” tanya Tika sebab sedari tadi ia memperhatikan gerak-gerik Bagas yang sepertinya sedang mengalami kesusahan.
“Iya nih… saya lagi bingung memilih boneka ini.” Jawab Bagas sambil berkali-kali gonta ganti memengang boneka satu dengan boneka yang lainnya.
“Memangnya bapak mau membeli boneka untuk anak kecil apa sudah remaja pak?” Tanya Dea yang ikut sibuk melihat-lihat beberapa boneka dihadapannya. Bagas mengidikkan bahu keatas dengan menggelengkan kepala.
“Yang ini aja pak, ini cocok kog untuk usia anak-anak ataupun remaja.” Usul Tika dengan menyodorkan boneka bear bewarna coklat muda. Dea mengangguk menyetujui usulan dari Tika. Bagas menerima usulan Tika dan meraih boneka yang diberikan kepadanya.
“Kalau gitu saya bayar dulu yah.. terima kasih sudah membantu saya.” Tika dan Dea mengangguk. Bagas melenggang pergi dari hadapan kedua muridnya dan menuju ke kasir untuk membayar boneka yang dibelinya.
“Baru kali ini aku melihat pak Bagas kebingungan cari boneka loh, biasanya ia dingin serius apa lagi jarang kita melihat pak Bagas menampilkan senyum kelegaan karena berhasil mendapatkan apa yang ingin dibelinya.” Dea mengoceh panjang lebar, hingga tanpa sadar Tika sudah berjalan jauh dari tempatnya. “Tik,, gue kog ditinggalin sih?” teriak Dea setelah sadar bahwa Tika sudah tak ada dihadapannya. Dea berlari mengejar Tika.
To: Keysha
Key,, gue sama Dea main ke rumah lo yah…..  
Pesan Tika yang dikirimkan ke Keysha, ia berencana untuk main di rumah Keysha dan mengajak Dea. Satu menit pesan balasan itu sudah di terimanya.
From: Keysha
Jangan sekarang yah Tik… soalnya di rumah ada temannya ayah dan bunda.. jadi gak enak kalau aku ninggalin mereka. Besok aja deh gue main ke rumah lo sepulang sekolah… jangan marah yah… J
Kecewa yang ditampilkan Tika ketika membaca balasan pesan dari Keysha, namun ia tetap membalas pesan sahabatnya itu.
To: Keysha
Oke deh…
“Kenapa muka lo kog kelihatan kecewa Tik?” tanya Dea yang baru bisa menyamakan langkah kakinya dengan kaki sahabatnya.
“Gue kand mau main ke rumahnya Keysha. Eh tapi Key gak bisa katanya di rumahnya ada tamun teman bonyoknya.” Jawab Tika
“Ya udah sih, main kerumahku aja yukk…. Besok aja kita main sama Keysha.” Dea mengajak Tika keluar dari mall, dan menuju ke rumahnya.

Next Keysha Pov.
“Ayah, Bunda, Key… pamit ke kamar dulu yah,,” Aku ijin ke kamarku sebab aku sudah tak tahan dengan panggilan alam yang sedari tadi meminta untuk dikeluarkan. Belum mendapatkan anggukan dari kedua orang tuaku, aku langsung lari meninggalkan tempat dudukku menuju ke kamarku dilantai dua rumahku.
Aku sempat menoleh kebelakang dan melihat tampang cengo mereka menyaksikan aku berlari dengan memegang perut serta pantatku mencoba menahan agar aku tidak buang angin dihadapan mereka. Bila itu terjadi bisa dipastikan aku akan malu dan mendapatkan ledekan dari kedua kakakku, lagi pula aku juga gak mau sampai ayah dan bunda malu gara-gara aku. Wah, bisa dicoret dari daftar keluarga nih.. hahaha… tapi yah gak separah itu juga kali, mau makan apa aku tanpa uang dari ayahku.
Sesampai di kamarku aku langsung melepaskan sepatu flatku dan melemparnya ke segala arah sebab aku sudah gak kuat lagi. Aku langsung mengicir masuk ke kamar mandi dan menguncinya semoga saja tidak ada yang mengganggu ritualku ini.
End Keysha Pov.

Bagas Pov.
Akhirnya aku sudah mendapatkan boneka yang diminta oleh papa. Sekarang aku tengah berada di halaman rumah milik teman papaku. Besar dan mewah itu yang terlintas di benakku ketika memasuki halaman rumah ini. Aku melangkahkan kakiku menuju ke pintu utama rumah ini, namun belum aku sampai di depannya sudah ada benda yang terjatuh menimpuk kepalaku.
Awwwsss…. Aku menahan rasa ngilu di kepalaku, sebuah sepatu flat dengan manisnya telah memberikan sebuah sapaan selamat datang di rumah ini. Entah sepatu itu datang dari mana, hingga bisa-bisanya menghampiri kepalaku yang isinya otak cerdas ini, apa pemilik sepatu ini bisa mengganti bila aku mengalami kobocoran. Huu.. dasar siapa sih pemiliknya. Aku menolehkan kepalaku mencari keberadaan sosok orang lain, namun usahaku nihil dan tidak ada seorangpun yang ada di tempat ini kecuali aku.
Aku memungut sepatu itu dan melanjutkan langkahku menuju pintu utama rumah ini. Tanganku mengepal dan kuayunkan untuk mengetuk pintu rumah ini yang kuyakini berasal dari kayu jati yang kokoh. Sambil aku mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum….” Beberapa menit kemudian kumendengar seseorang membukakan pintu rumah ini.
“Aden cari siapa?” tanya ibu-ibu tua yang seusia dengan pembantu rumahku yang ada di Bandung.
“Saya Bagas bi…bu….” Aku menggaruk tengkukku karena kebingungan memanggil wanita ini dengan sebutan bibi atau ibu.
“Panggil aja bi Surti den.” Jawab Bi Surti yang mengetahui kebingunganku, dan aku mengangguk paham.
“Saya Bagas bi, anak dari teman yang punya rumah ini.”
“Oh kalau mari masuk den, tuan dan nyonya ada di dalam sedang mengobrol dengan tamunya. Mana den saya bawakan barang milik aden.” Aku tersenyum menolak tawaran bi Surti yang mau membantuku membawakan barang-barangku. Kemudian aku mengikuti langkah kakinya menuju dimana kedua orang tuaku berada. “Tuan, Nyonya ini ada den Bagas katanya anak temannya tuan.” Bi Surti memberitahukan kedatanganku di tengah-tengah obrolan mereka. Aku menyunggingkan senyumku ketika fokus mereka mengarah kepadaku.
“Loh Bagas?” Ini suara laki-laki yang tadi pagi telah melakukan meeting denganku. Kyan duduk bersebelahan dengan laki-laki yang sedang sibuk memainkan ponselnya. Aku tersenyum mendengar sapaan dari Kyan.
“Oh ya Anggara, kenalkan ini putraku namanya Bagas.” Papa mengenalkanku di hadapan keluarga temannya.
“Oh ini yang namanya nak Bagas, dan ini kedua anak om.” Jawab Anggara sambil mengenalkan dua laki-laki yang duduk di sebelah aku berdiri. Aku menghampiri mereka dengan mengulurkan tanganku. Aku mencium punggung tangan milik pria seumuran dengan papa, dan milik wanita yang seumuran dengan mama. Kemudian aku menghampiri dua laki-laki yakni Kyan dan seorang lagi yang masih belum menyadari kedatanganku sebab ia terus terfokus dengan ponselnya.
“Dek,-“ tegur Kyan memanggil laki-laki di sebelahnya. Sepertinya aku kenal dengan postur tubuh laki-laki ini. Tapi dimana? Aku mencoba mengingatnya. Hingga ada yang menegurku.
“Pak Bagas?” panggil laki-laki yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Terlihat kerutan di dahinya yang menandakan kebingungan. Bukan hanya dia, aku juga bingung kehadirannya ada di rumah ini. Jika disini ada Kendy… jangan-jangan? Rumah ini milik………..

0 komentar:

Posting Komentar