Ketiga anaknya telah berlalu meninggalkan mereka, namun kedua orang
tua ini masih tetap bermanja ria. Anggara yang kembali memeluk istrinya ketika
Michelle kembali berkutat dengan masakannya. Lima menit Michelle mencoba
mendiamkan aksi suaminya yang masih setia menghirup aroma tubuhnya.
“Mas, lepaskan pelukanmu. Aku gak mau anak-anak kembali melihat kita
seperti ini.”
“Gak apa-apa.” Jawab Anggara sambil memejamkan matanya menikmati aroma
tubuh istrinya. Michelle diam membiarkan suaminya, toh pasti suaminya itu akan
menyudahi aksinya bila anak-anak mereka telah selesai berganti pakaian. Hingga
terdengar langkah kaki yang mulai mendekati mereka. Anggara langsung buru-buru
melepaskan pelukannya dan terlihat gugup.
“Tuan kenapa gugup seperti itu?” tegur bi Surti yang baru kembali dari
mengambil jemuran. Ternyata langkah kaki itu bukan dari ketika anaknya,
melainkan dari pembantunya. Michelle menahan tawanya melihat suaminya yang
kepergok bemesraan.
“Kenapa senyum-senyum?” tanya Anggara gemas melihat istrinya
menertawainya. Michelle semakin mengeraskan tawanya melihat suaminya yang geram
terhadapnya.
30 menit berlalu ketiga bersudara itu tengah sibuk dengan tugas mereka
masing-masing. Keysha sibuk dengan adonan kue keringnya. Sedangkan kedua
kakanya sibuk membereskan ruang keluarga dan membersihkan halaman belakang
rumahnya. Meski ketiganya merupakan anak keluarga yang berada, namun tak ada
kata malas jika mereka sudah berkutat dengan kesibukan mereka. Jijik dengan
hal-hal kotor itu hanya bualan semata, dan pada kenyataannya sekarang mereka
sudah bermanja ria dengan keringat yang membasahi tubuhnya.
“Kak, lo belum pernah ketemu sama sahabat ayah?” tanya Kendy di
sela-sela membersihkan halaman belakang dengan Kyan. Kyan menggelengkan
kepalanya tanda memang tidak tau tentang sahabat ayahnya yang akan berkunjung
kerumahnya. “Kirain lo tau kak.” Lagi-lagi Kyan menggelengkan kepalanya.
Di dapur Keysha sudah berhasil membuat 1 toples penuh dengan kue
kering, dan tinggal 2 toples lagi yang masih belum terisi. “Bunda, sahabat papa
nanti itu yang kesini berapa orang?” tanya Keysha kepada bundanya.
“4 orang sayang, om Syarief, tante Prilly sama kedua anaknya,
laki-laki dan perempuan.” Michelle menjelaskan kepada Keysha.
“Anak om Syarief sama tante Prilly itu seumuran gak bun sama aku atau
seumuran sama kakak?”
“Anak om Syarief sama tante Prilly gak ada yang seumuran sama kamu
sayang, anak mereka seumuran dengan kakak kamu Kyan.”
“Yah, jadi udah tua doang ma?” kecewa yang ditunjukkan Keysha.
“Awwsss…..” hingga Keysha meringis kesakitan akibat pukulan sendok yang
diberikan oleh Kyan kepadanya. Setelah membersihkan halaman belakang, Kyan dan
Kendy memang langsung menuju ke daerah kekuasaan Bunda dan adik mereka. Bahkan
Kyan datang ketika Keysha mengobrol dengan bundanya.
“Sakit kak Kyan… kenapa kakak mukul kepalaku? Untung aja gak bocor.”
Protes Keysha terhadap Kyan yang dengan seenaknya memukul kepalanya.
“Tuh mulut dijaga dek, ngatain orang tua lagi.” Jawab Kyan. Kendy
lebih memilih duduk di pantry sambil meminum air dan menyaksikan berdebatan
antara Keysha dan Kyan.
“Aku gak ngatain kakak kog, aku kand cuma bilang kenyataan kalo anak dari
om Syarief dan tante Prilly yang seumuran kakak itu tua. Wlekkkk….” Ledek
Keysha.
“Brarti kamu ngatain kakak juga dek, kalo mreka seumuran sama kakak
yah pasti usianya sama kayak kakak dek… ngerti gak sih kamu.” Geram Kyan
terhadap adik perempuannya ini. Michelle hanya bisa menggelengkan kepalanya
melihat kelakuan dua anaknya yang sedang berdebat.
Dilain tempat. Syarief dan Prilly sibuk untuk berangkat ke bandara.
Sebab pesawat akan take off pukul 16.00 WIB. Mereka berangkat berdua dari
Bandung menuju ke Surabaya. Kedua anaknya selama 1 bulan terakhir ini tidak
tinggal bersama mereka. Bagas memang sekarang sudah berada di Surabaya,
sedangkan Berliana tengah menempuh pendidikan spesialis jantungnya di Jerman.
Sehingga ia sekarang berada di Jerman dan selama tiga hari kedepan ia
mendapatkan ijin untuk pulang ke Indonesia. Dan itu dimanfaatkan untuk
mengikuti ajakan orang tuanya berkunjung ke rumah sahabat mereka.
Berliana dan Bagas merupakan saudara kembar tak identik. Setelah Bagas
dilahirkan, selang beberapa menit Berliana lahir. Berliana lebih memilih dunia
kedokteran daripada bisnis seperti papanya, dan Bagas lebih nyaman menjadi
seorang guru. Namun tak menolak jika ia sudah diberikan tanggung jawab untuk
mengelola perusahaan.
To: My Son
Papa bentar lagi sampai di Surabaya. Jadi papa harap kamu sudah ada di
rumahmu sebelum kami sampai.
Bagas Pov.
Aku tengah memeriksan hasil ulangan matematika. Aku sungguh tak
percaya bahwa kelas XI IPA 2 nilai yang didapatkan sungguh memuaskan, dan
semuanya diatas nilai rata-rata. Terutama ketiga sahabat ini yang memiliki
nilai tertinggi. Aku masih mengamati hasil ulangan Keysha, Keysha mengerjakan
ulangan yang aku berikan dengan waktu yang terbilang singkat. Cara yang
digunakannya pun berbeda dengan yang pernah diajarkan oleh guru sebelumnya.
Bahkan ia bisa mengetahui cara cepat dari soal-soal yang telah aku berikan.
Hingga lamunanku buyar akibat bunyi notifikasi pesan masuk.
Aku segera meraih ponselku dan mulai mengayunkan jari-jariku untuk
membuka aplikasi whatsapp. “My Dad” nama itu yang tertera di pesan yang baru
saja kuterima.
Papa bentar lagi sampai di Surabaya. Jadi papa harap kamu sudah ada di
rumahmu sebelum kami sampai.
“Papa ke Surabaya? Ngapain mereka kesini, kog gak bilang-bilang dulu.”
Aku mulai bertanya-tanya mengapa kedua orang tuaku datang ke Surabaya tanpa
memberitahuku terlebih dahulu. Aku langsung mengirimkan pesan balasan kepada
papa.
Iya pa, ini Bagas masih di sekolah dan bentar lagi akan pulang. Papa
ke Surabaya ngapain? Kog gak bilang-bilang sama Bagas? (send)
Setelah mengirimkan balasan kepada papaku tercinta. Aku mulai
membereskan kertas-kertas yang berserakan di meja kerjaku. Lalu aku keluar
meninggalkan sekolah dan menuju rumahku.
Yah,, papa membelikanku sebuah rumah untuk aku tempati di kota ini.
Sebenarnya tinggal di sebuah apartement pun bisa. Tapi, perintah papa tak bisa
aku langgar.
Gue udah di rumah lo.
Aku menajamkan penglihatanku di ponsel yang kini aku genggam. Kakakku
telah berada di rumahku. Dan aku semakin tak mengerti apa yang tentang terjadi.
Dua kejutan datang menghampiriku. Baru beberapa menit yang lalu bahwa kedua
orang tuaki datang ke Surabaya. Dan sekarang kakak perempuanku juga sudah di
Surabaya.
To: My Sister
Otw.
Hanya satu kata itu yang aku kirimkan sebagai pesan balasan untuk
kakakku. Dan aku semakin menambah kecepatan laju mobilku agar segera sampai di
rumah.
Bagas end pov.
Bagas memakirkan mobilnya di garasi dan segera beranjak menuju dimana
kakaknya berada. Sambil mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal ia menghampiri
Berlianan yang tengah duduk di kursi santai yang disediakan di teras rumahnya.
"Kakak hhh... Ka..pan sampai?" tanya Bagas dengan sesekali
mengatur nafasnya.
"10 menit yang lalu, lumayan nunggu kamu sampai di rumah."
"Kalian kog pada ke Surabaya sih, papa sama mama juga lagi otw
kesini."
"Udah buka dulu pintunya nanti biar papa sama mama aja yang
jelasin. Gue mau tidur bentar. Kamar gue yang mana?" tanya Berliana sambil
memasuki istana milik adiknya. Bagas menunjukkan letak kamar milik kakaknya.
"Sebenarnya ini ada apa sih? Kenapa aku jadi bingung?"
benak Bagas berbicara. Bagas menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan mulai
menuju kamarnya untuk membersihkan dirinya.
Suara adzan maghrib berkumandang dengan merdunya memanggil umat untuk
melaksanakan kewajibannya. Keysha menyudahi aksinya di dapur dan segera menuju
ke kamarnya untuk melaksanakn sholat maghrib. Namun sebelum ia menginjakkan
kakiknya ke anak tangga suara ayahnya menghentikan langkahnya. “Kita sholat
berjamaah yah, jadi kalian ambil air wudhu dan alat sholat, kemudian menuju ke
mushola.” Perintah Anggara kepada seluruh anggota keluarganya. Ketiga remaja
itu mengangguk patuh dengan perintah ayahnya.
Lima menit masing-masing dari mereka telah mendapatkan wudhu dan alat
sholatnya, kemudian segera menuju ke mushola sesuai perintah Anggara. Anggara
mengambil alih untuk menjadi imam, sedangkan Kyan mengumandangkan iqomah.
Mereka melakukan sholat dengan khusyuk dan setelah salam, Kyan yang diikuti
oleh kedua adiknya mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Anggara dan
Michelle tersenyum bangga melihat tingkah ketiga bersaudara ini.
“Terima kasih ya Allah, engkau memberikan putra dan putri yang luar
biasa kepadaku.” Suara lirih Michelle dalam doanya. Berbeda dengan Anggara,
“Alhamdulillah, Engkau telah memberikan kebahagiaan dan kesempatan bagiku
untuk merawat dan membesarkan ketiga buah hatiku. Dan Engkau juga telah
mengirimkan bidadari surgaku untuk menemaniku merawat ketiga anak kami. Aku
mohon ya Allah, berikanlah yang terbaik bagi keluarga hamba, dan selalu
limpahkanlah kebagaiaan kepada kami.”
“Aku mencintai keluargaku ya Allah, selalu jaga
pelindung-pelindungku.” Doa
Keysha seusai sholatnya.
“Satu yang aku pinta ya Allah, tetapkanlah kebahagian ini kepada
orang-orang yang hamba sayang.” Ucap lirih Kyan. Dan Kendy berdoa, “Aku
bahagia ya Allah, akhirnya aku bisa berkumpul kembali dengan keluargaku. Aku
memohon kepadaMu selalu sayangilah kami.” Mereka berlima sama-sama
menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya seraya berkata “Aminn….”
“Ayah bunda, Keysha rindu suasana seperti ini.” Ucap Keysha setelah
berdoa kepada Allah. Keempat orang yang lainnya memusatkan pandangannya kepada
Keysha. “Kita semakin disibukkan dengan urusan masing-masing, Ayah yang pulang
kerja lebih dari maghrib. Bahkan Aku atapun kak Kyan serta kak Kendy juga
disibukkan dengan urusan masing-masing. Aku ingin kita setiap maghrib bisa
sholat berjamaah.”
“Bunda, juga ingin kita selalu berjamaah seperti ini.” Michelle
menambahi perkataan putrinya, karena ia juga merasakan hal yang sama.
“Jadi, di hari berikutnya ayah akan pulang lebih awal agar kita bisa
selalu sholat berjamaah bersama.” Jawab Anggara yang langsung diangguki oleh
istri dan ketiga anaknya. Anggara merentangkan tangannya menyambut pelukan
hangat dari keluarga tercinta. Michelle langsung menubruk dada bidang suaminya,
dan diikuti oleh ketiga putra dan putri mereka.
Bi Surti yang sedang melewati mushola tak sengaja melihat kehangatan
keluarga majikannya. Hingga tanpa sadar air mata terharu membasahi pipinya.
“Bibi ikut senang melihat kebahagiaan keluarga ini, semoga Allah selalu
memberikan yang terbaik untu Tuan, Nyonya, den Kyan, den Kendy dan non Keysha.”
“Udah ah, istri dan anak-anak ayah gak boleh nangis lagi. Lebih baik
kalian bersaip-siap jam 8 nanti keluarga sahabat ayah akan sampai disini.
Karena tadi Syarief bilang bahwa ia baru sampai di Surabaya dan sekarang sedang
menuju ke rumah putranya.” Kata Anggara.
“Sahabat ayah kand punya rumah disini? Kenapa harus nginap di rumah
kita yah?” tanya Keysha.
“Mereka memang memiliki rumah disini, namun itu rumah milik putranya.
Dan berhubung kami juga sudah sangat jarang bertemu, maka ayah menawarkan
kepada om Syarief dan keluarganya agar tinggal di rumah ini untuk beberapa
hari. Jadi rumah milik anaknya akan dikosongkan sementara. Dan ayah harap
kalian bisa bersahabat dengan anak sahabat ayah. Mengerti.” Jawab Anggara.
Keysha dan kedua kakaknya mengangguk paham.
“Kalau gitu kita pamit ke kamar dulu yah bun.” Ucap Kendy yang
beranjak dari duduknya dan diikuti kedua saudaranya.
Dirumah Bagas.
Ting Nong
Ting Nong
Ting Nong, suara bel rumah Bagas berbunyi berkali-kali menandakan ada
sesorang yang mengunjungi rumahnya. Dengan berlari kecil Bagas membukakan pintu
utama rumahnya, dan betapa kagetnya ketika ia melihat sepasang suami istri yang
mendatangi rumahnya.
“Papa, Mama,-“ Bagas langsung mencium punggung tangan kedua orang
tuanya. Disisi lain, Berlianan yang mendengar pekikan Bagas yang memanggil tamu
mereka dengan sebutan papa dan mama langsung berlari menuju sumber suara.
“Papa, Mama,-“ pekik Berliana dan langsung memeluk kedua orang tuanya.
“Kamu ternyata sudah disini sayang.” Ucap Prilly sambil menciumi
seluruh permukaan wajah putrinya.
“Kapan kamu sampai nak?” tanya Ali dengan tangan yang mengelus rambut
milik putrinya.
“Sebelum maghrib pa, ma….. oh ya yukk masuk dulu.” Ajak Berliana
sambil menarik kedua orang tuanya untuk memasuki istana milik adiknya. Bagas
yang merasa dicuekin oleh ketiga orang itu hanya bisa menghela nafas kasar.
“Gue yang punya rumah, kog gue yang dicuekin. Ada apa sih ini
sebanarnya?” tanya lirih Bagas kepada dirinya sendiri. Bagas menutup pintu
utama rumahnya dan langsung menyusul kedua orang tuanya serta kakaknya yang
sedang duduk di ruang tamu. “Papa sama Mama ada apa kog ke Surabaya gak ngasih kabar
dulu?”
“Kamu gak suka kalo papa datang kesini? Apa jangan-jangan kamu
menyembunyikan sesuatu dari kami?” selidik Ali kepada putra semata wayangnya.
“Bagas gak nyembunyiin apa-apa kog pa, papa jangan suudzon dulu sama
anak sendiri.” Jawab Bagas.
“Papa dan mama datang ke Surabaya dan meminta kakakmu untuk ikut juga
karena kami akan mengunjungi rumah milik teman papa. Dan papa harap kamu juga
ikut Bagas. Serta rumah ini akan dikosongkan selama 3 hari, sebab kita akan
menginap di rumah teman papa.”
“Kenapa kita harus menginap disana pa? tidur dirumah ini kan juga
cukup untuk kita semua?” tanya Bagas.
“Itu karena teman papa menawarkan kita semua menginap di rumahnya,
lagi pula papa juga sudah lama tidak bertemu dengannya. Kalian nanti juga akan
bisa berteman dengan anak teman papa.” Jelas Ali kepada kedua anaknya.
“Kita mau kesana jam berapa Al?” tanya Prilly yang duduk diantara
kedua anaknya.
“Jam 8 malam, jadi sekarang siapkan baju-baju kamu Bagas untuk
menginap di rumah teman papa. Dan bawa juga peralatan untuk mengajarmu.”
Perintah Ali untuk Bagas. Bagas mengangguk setuju dan berjalan menuju kamarnya
untuk mempersiapkan pakaian dan barangnya yang akan dibawa ke rumah milik teman
papanya.
Jarum jam menunjukkan pukul setengah 8 tepat. Keluarga Ali sudah bersiap-siap
menuju rumah Anggara. “Pa, Bagas telat kesananya ya? Soalnya mau beli sesuatu
untuk ngajar besok. Jadi kalian berangkat saja dulu, nanti Bagas menyusul.”
Ucap Bagas ketika keluarga itu keluar dari rumah milik Bagas.
“Memangnya kamu tau sayang dimana rumah teman papa?” tanya Prilly yang
sudah ingin masuk kedalam mobil milik Ali. Ali memberikan sebuah mobil untuk
Bagas, namun Bagas juga membeli mobil sendiri. Jadi mobil milik Ali hanya
digunakan Bagas secara bergantian dengan mobil miliknya sendiri.
“Papa akan pesankan alamat teman papa di ponsel kamu nanti, dan
hati-hati segera menuju ke rumah teman papa. Oh ya, sekalian belikan boneka
bear karena tadi papa gak sempat untuk membelikannya. Bonakanya bungkus yang
rapi itu untuk hadiah anak teman papa.” Pesan Ali yang sudah duduk manis di
kemudi mobilnya.
“Iya pa, siap.” Jawab Bagas yang mulai melajukan mobil miliknya.
Perjalanan dari rumah milik Bagas ke rumah Anggara membutuhkan waktu
30 menit. Di dalam mobil Ali. Berliana duduk di jok mobil belakang. Ia
memainkan ponselnya untuk beselayar mencari informasi tentang dunia
kedokterannya. Hingga suara Prilly membuyarkan fokusnya, “Gimana perjalanan
kamu sayang, susah gak nyari alamat rumah adik kamu?”
“Gak kog ma, tapi pas aku nyampe di rumahnya. Bagas posisinya masih di
jalan dari sekolah tempat mengajarnya.” Jawab Berliana. “Oh ya pa, anak teman
papa itu berapa?” tanya Berliana karena ia ingin tau seperti apa anak dari
teman orang tuanya.
“Anak om Anggara itu 3 sayang, dua laki-laki dan satu perempuan. Anak
yang pertama seumuran dengan kamu kog.” Jawab Ali yang terfokus melihat jalanan
dan sesekali melihat kaca belakang untuk melihat putri kesayangannya.
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya keluarga Ali sampai di rumah milik
Anggara. Ali memasukkan mobilnya di garasi milik Anggara, sedangkan Pilly dan
Berliana mengeluarkan barang-barang bawaannya.
Keysha Pov.
Brmmm… Brmmmm… Brmmmm….
Suara mobil memasuki halaman rumahku. Aku melihat ada tiga orang yang
keluar dari mobil itu dua orang yang seumuran dengan Ayah dan satu gadis
perempuan yang seumuran dengan kak Kyan. Apa itu anak yang dimaksud bunda. Aku
segera merapikan pakaian yang aku pakai, dan menyambar ponselku sebelum aku
keluar dari kamar. Samar-samar aku dengar bel rumahku berbunyi tanda bahwa ada
seseorang yang bertamu. Aku melihat bi Surti yang buru-buru membukakan pintu
utama rumahku.
Aku menuruni anak tangga secara perlahan. Hingga rangkulan dua tangan
dipundakku mengagetkanku. Kak Kyan dan kak Kendy berjalanan beriringan menuju
ruang tamu dimana tamu dari keluargaku tengah duduk disana. Kudengar secara
perlahan perbincangan antara keempat sahabat itu, dan gadis cantik itu duduk
dengan manisnya sambil mendengarkan obrolan yang diperbincangkan kedua
orangtuanya dengan sahabat mereka.
“Nah itu anak kami Pril,” kudengar suara bunda ketika kami telah
menginjakkan kaki setelah anak tangga terakhir. Kami bertiga menuju bunda yang
memanggil kami. Aku melemparkan senyum begitu pula dengan kedua kakakku.
“Ali kenalkan ini Kyan anak tertuaku, dan ini Kendy putra keduaku,
serta yang cantik ini Keysha putrid bungsuku.” Jelas Ayah kepada temannya yang
kutau bernama om Ali itu. Om Ali menyambut kami, dan aku beserta kakak-kakakku
langsung meraih tangannya untuk mencium punggung tangan om Ali. Om Ali tersenyum
melihat tingkah kami. Dan tidak berhenti di om Ali, aku langsung menuju tante
yang seumuran dengan bunda. Kucium punggung tangannya seperti yang kulakukan
terhadap om Ali.
“Oh ya Anggara kenalkan juga ini anakku
namanya Berliana, untuk Bagas ia masih sibuk membeli barang untuk keperluannya
besok.” Om Ali memperkenalkan putrinya. Tunggu, Bagas? Nama itu mengapa aku tak
asing dengan nama Bagas itu?
“Haduh ini mana nih yang cocok buat anak
teman papa.” Bagas frustasi memilih boneka bear pesanan papanya. Ia berkali-kali
mengucap wajahnya kasar, sebab ia tak tau mana yang cocok untuk anak teman
papanya itu. Beberapa macam boneka bear ada dihadapannya, mulai dari yang kecil
hingga yang besar, dari yang cocok untuk anak-anak hingga untuk remaja.
Pasalnya Bagas tak mengetahui seusia berapa anak teman papanya. Jika ia
mengirimkan pesan ke papanya itu akan semakin terlambat ia sampai ke tempat
tujuannya.
“Pak Bagas…..” teriakan memanggil nama
Bagas datang dari dua gadis yang berjalan menghampirinya. Mereka adalah Tika
dan Dea, masih ingatkan kalau mereka adalah sahabat dari Keysha.
“Kalian… Tika sama Dea kand?” tanya Bagas
yang mencoba mengingat-ingat nama dari dua gadis yang memanggilnya. Tika dan
Dea mengangguk bahwa Bagas tak salah dalam menebak.
“Bapak kenapa? Kog sepertinya sedang
kebingungan?” tanya Tika sebab sedari tadi ia memperhatikan gerak-gerik Bagas
yang sepertinya sedang mengalami kesusahan.
“Iya nih… saya lagi bingung memilih boneka
ini.” Jawab Bagas sambil berkali-kali gonta ganti memengang boneka satu dengan
boneka yang lainnya.
“Memangnya bapak mau membeli boneka untuk
anak kecil apa sudah remaja pak?” Tanya Dea yang ikut sibuk melihat-lihat
beberapa boneka dihadapannya. Bagas mengidikkan bahu keatas dengan
menggelengkan kepala.
“Yang ini aja pak, ini cocok kog untuk
usia anak-anak ataupun remaja.” Usul Tika dengan menyodorkan boneka bear
bewarna coklat muda. Dea mengangguk menyetujui usulan dari Tika. Bagas menerima
usulan Tika dan meraih boneka yang diberikan kepadanya.
“Kalau gitu saya bayar dulu yah.. terima
kasih sudah membantu saya.” Tika dan Dea mengangguk. Bagas melenggang pergi
dari hadapan kedua muridnya dan menuju ke kasir untuk membayar boneka yang
dibelinya.
“Baru kali ini aku melihat pak Bagas
kebingungan cari boneka loh, biasanya ia dingin serius apa lagi jarang kita
melihat pak Bagas menampilkan senyum kelegaan karena berhasil mendapatkan apa
yang ingin dibelinya.” Dea mengoceh panjang lebar, hingga tanpa sadar Tika
sudah berjalan jauh dari tempatnya. “Tik,, gue kog ditinggalin sih?” teriak Dea
setelah sadar bahwa Tika sudah tak ada dihadapannya. Dea berlari mengejar Tika.
To: Keysha
Key,, gue sama Dea main ke rumah lo yah…..
Pesan Tika yang dikirimkan ke Keysha, ia
berencana untuk main di rumah Keysha dan mengajak Dea. Satu menit pesan balasan
itu sudah di terimanya.
From: Keysha
Jangan sekarang yah Tik… soalnya di rumah
ada temannya ayah dan bunda.. jadi gak enak kalau aku ninggalin mereka. Besok
aja deh gue main ke rumah lo sepulang sekolah… jangan marah yah… J
Kecewa yang ditampilkan Tika ketika
membaca balasan pesan dari Keysha, namun ia tetap membalas pesan sahabatnya
itu.
To: Keysha
Oke deh…
“Kenapa muka lo kog kelihatan kecewa Tik?”
tanya Dea yang baru bisa menyamakan langkah kakinya dengan kaki sahabatnya.
“Gue kand mau main ke rumahnya Keysha. Eh
tapi Key gak bisa katanya di rumahnya ada tamun teman bonyoknya.” Jawab Tika
“Ya udah sih, main kerumahku aja yukk….
Besok aja kita main sama Keysha.” Dea mengajak Tika keluar dari mall, dan
menuju ke rumahnya.
Next Keysha Pov.
“Ayah, Bunda, Key… pamit ke kamar dulu
yah,,” Aku ijin ke kamarku sebab aku sudah tak tahan dengan panggilan alam yang
sedari tadi meminta untuk dikeluarkan. Belum mendapatkan anggukan dari kedua
orang tuaku, aku langsung lari meninggalkan tempat dudukku menuju ke kamarku
dilantai dua rumahku.
Aku sempat menoleh kebelakang dan melihat
tampang cengo mereka menyaksikan aku berlari dengan memegang perut serta
pantatku mencoba menahan agar aku tidak buang angin dihadapan mereka. Bila itu
terjadi bisa dipastikan aku akan malu dan mendapatkan ledekan dari kedua
kakakku, lagi pula aku juga gak mau sampai ayah dan bunda malu gara-gara aku.
Wah, bisa dicoret dari daftar keluarga nih.. hahaha… tapi yah gak separah itu
juga kali, mau makan apa aku tanpa uang dari ayahku.
Sesampai di kamarku aku langsung
melepaskan sepatu flatku dan melemparnya ke segala arah sebab aku sudah gak
kuat lagi. Aku langsung mengicir masuk ke kamar mandi dan menguncinya semoga
saja tidak ada yang mengganggu ritualku ini.
End Keysha Pov.
Bagas Pov.
Akhirnya aku sudah mendapatkan boneka yang
diminta oleh papa. Sekarang aku tengah berada di halaman rumah milik teman
papaku. Besar dan mewah itu yang terlintas di benakku ketika memasuki halaman
rumah ini. Aku melangkahkan kakiku menuju ke pintu utama rumah ini, namun belum
aku sampai di depannya sudah ada benda yang terjatuh menimpuk kepalaku.
Awwwsss…. Aku menahan rasa ngilu di
kepalaku, sebuah sepatu flat dengan manisnya telah memberikan sebuah sapaan
selamat datang di rumah ini. Entah sepatu itu datang dari mana, hingga
bisa-bisanya menghampiri kepalaku yang isinya otak cerdas ini, apa pemilik
sepatu ini bisa mengganti bila aku mengalami kobocoran. Huu.. dasar siapa sih
pemiliknya. Aku menolehkan kepalaku mencari keberadaan sosok orang lain, namun usahaku
nihil dan tidak ada seorangpun yang ada di tempat ini kecuali aku.
Aku memungut sepatu itu dan melanjutkan
langkahku menuju pintu utama rumah ini. Tanganku mengepal dan kuayunkan untuk
mengetuk pintu rumah ini yang kuyakini berasal dari kayu jati yang kokoh.
Sambil aku mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum….” Beberapa menit kemudian
kumendengar seseorang membukakan pintu rumah ini.
“Aden cari siapa?” tanya ibu-ibu tua yang
seusia dengan pembantu rumahku yang ada di Bandung.
“Saya Bagas bi…bu….” Aku menggaruk
tengkukku karena kebingungan memanggil wanita ini dengan sebutan bibi atau ibu.
“Panggil aja bi Surti den.” Jawab Bi Surti
yang mengetahui kebingunganku, dan aku mengangguk paham.
“Saya Bagas bi, anak dari teman yang punya
rumah ini.”
“Oh kalau mari masuk den, tuan dan nyonya
ada di dalam sedang mengobrol dengan tamunya. Mana den saya bawakan barang
milik aden.” Aku tersenyum menolak tawaran bi Surti yang mau membantuku
membawakan barang-barangku. Kemudian aku mengikuti langkah kakinya menuju dimana
kedua orang tuaku berada. “Tuan, Nyonya ini ada den Bagas katanya anak temannya
tuan.” Bi Surti memberitahukan kedatanganku di tengah-tengah obrolan mereka.
Aku menyunggingkan senyumku ketika fokus mereka mengarah kepadaku.
“Loh Bagas?” Ini suara laki-laki yang tadi
pagi telah melakukan meeting denganku. Kyan duduk bersebelahan dengan laki-laki
yang sedang sibuk memainkan ponselnya. Aku tersenyum mendengar sapaan dari
Kyan.
“Oh ya Anggara, kenalkan ini putraku
namanya Bagas.” Papa mengenalkanku di hadapan keluarga temannya.
“Oh ini yang namanya nak Bagas, dan ini
kedua anak om.” Jawab Anggara sambil mengenalkan dua laki-laki yang duduk di
sebelah aku berdiri. Aku menghampiri mereka dengan mengulurkan tanganku. Aku
mencium punggung tangan milik pria seumuran dengan papa, dan milik wanita yang
seumuran dengan mama. Kemudian aku menghampiri dua laki-laki yakni Kyan dan
seorang lagi yang masih belum menyadari kedatanganku sebab ia terus terfokus
dengan ponselnya.
“Dek,-“ tegur Kyan memanggil laki-laki di
sebelahnya. Sepertinya aku kenal dengan postur tubuh laki-laki ini. Tapi
dimana? Aku mencoba mengingatnya. Hingga ada yang menegurku.
“Pak Bagas?” panggil laki-laki yang sedari
tadi sibuk dengan ponselnya. Terlihat kerutan di dahinya yang menandakan
kebingungan. Bukan hanya dia, aku juga bingung kehadirannya ada di rumah ini.
Jika disini ada Kendy… jangan-jangan? Rumah ini milik………..



0 komentar:
Posting Komentar